Bacajuga: Tafsir Surah Al Kahfi Ayat 82: Meraih Keberkahan hingga Tujuh Turunan. Tafsir Surat Al-Isra' Ayat 1. Pada kitab Tafsir al-Tahrir wa al-Tanwir karangan Ibnu Asyur, ayat diatas menyebutkan awal perjalanan isra' dan akhirnya, yakni perjalanan antara Masjidil Haram dan Masjidil Aqsha. Hal tersebut adalah untuk mengisyaratkan bahwa Lanjut ke konten Dimulai dari menit dan detik -> 138 بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ Kita akan membicarakan suratul kahfi, Al Kahfi itu artinya Gua. Dalam surah ini Allah swt menggambarkan bagaimana sekelompok pemuda yang memelihara keyakinan mereka, setelah berkali-kali mengajak masyarakatnya untuk beriman tetapi masyarakatnya enggan, bahkan penguasa negeri itu, ingin menciderai mereka, ingin mencelakakan mereka. Akhirnya mereka pergi … Lanjutkan membaca Tafsir Al Misbah – Surat Al Kahfi 1-8 Dimulai dari menit dan detik -0202 Mari kita mulai, Ayat 100 sampai 110 ini, penutup surah Al Kahfi. Disurah ini telah diceriterakan, antara lain, kisah Nabi Musa dan Khidir, ada nilai-nilai disitu. Di surat ini juga ada kisah Zulkarnain, ada nilai-nilai disana seperti misalnya bagaimana seseorang dalam mengikuti tuntunan tuhan dalam meraih sukses, ada … Lanjutkan membaca Tafsir Al Misbah – Surat Al Kahfi 100-110Belibuku TAFSIR AL-MISBAH EDISI 2017 dari penulis M. QURAISH SHIHAB kategori Studi Keagamaan Umum lainnya di Mizanstore, toko buku online terpercaya KETERANGAN SURAT : Tafsir Al-Mishbah 01 = QS. Al-Fatihah s/d Al Baqarah Tafsir Al-Mishbah 08 = QS Al-Kahfi s/d Al-Anbiya' Tafsir Al-Mishbah 09 = QS. Al-Hajj s/d Al-Furqan
Al-Qur'an as a guide to Muslim thought provides many lessons that need to be developed philosophically and scientifically, as a framework for building Islamic education. One of the methods used by the Koran to provide a journey for humans is by describing the stories that exist in the Koran itself. This research is a research library research using the Muqarin comparative method in its analysis. The results of the research analysis show 1 Interpretation of M. Quraish Shihab and interpretation of Ahmad Mustafa Al-Maraghi. Quraish uses the method of writing tahlili and maudhi thematic interpretations and explains the content in the verse with a beautiful editorial then pays attention to vocabulary or language to highlight the Koran in human life, explaining the contents of the verse one by one first then globally reviewed the contents of the letter in general. While Al-Maraghi uses the tahlili method which is based on a combination of bi al-ma'sur and bi al-ra'yi, by explaining in detail the incidents and events per verse. In the interpretation of Al-Maraghi, he often connects events or words in the verse logically so that the story in the verse seems logical and sequential. 2 The values of education in general are about the command to study until the end of life, so that mankind does not have an arrogant character to learn from anyone and does not fast fast when gaining knowledge. Educational values for teachers about how to implement good teaching strategies and characteristics that an educator or teacher must have, such as being patient, forgiving when students make mistakes, making him a worthy person to be imitated. Then the educational values for students about morals for teachers must be curious, polite, unyielding and willing to learn from anyone regardless of rank and degree To read the full-text of this research, you can request a copy directly from the has not been able to resolve any citations for this has not been able to resolve any references for this publication.
TafsirSurah Al-Kahfi ayat 81-88 mengulas tentang penjelasan Nabi Khidir yang mengharapkan supaya Allah memberi rezeki yang lebih baik daripada anaknya yang telah dibunuh. Tafsir Tematik. Tafsir Ahkam; Tafsir Ekologi; Tafsir Surat Adz-Dzariyat Ayat 37-42. Redaksi-04/11/2021 0.
Al-Qur'an yang secara harfiah berarti "bacaan sempurna" merupakan suatu nama pilihan Allah yang sungguh tepat. Tidak ada bacaan melebihi al-Qur'an dalam perhatian yang diperolehnya, bukan saja sejarahnya secara umum, tetapi ayat-ayatnya, mulai dari dari masa, musim, dan saat turunnya, sampai sebab-sebab beserta waktu-waktu turunnya. Gibb seorang orientalis pernah menulis bahwa "Tidak ada seorang pun dalam seribu lima ratus tahun ini telah memainkan "alat" bernada nyaring yang sangat mampu, berani dan luasnya getaran jiwa yang diakibatkan, seperti yang dibaca Muhammad al-Qur'an". Keindahan bahasanya demikian terpadu dalam al-Qur'an, ketelitian maupun keseimbangannya dengan kedalaman makna, kekayaan dan kebenarannya, serta kemudahan pemahaman dan kehebatan kesan yang ditimbulkannya. 1 Al-Qur'an dapat berperan dan berfungsi dengan baik sebgai tuntunan dan pedoman serta petunjuk hidup untuk umat manusia, terutama di zaman kontemporer seperti saat ini. Oleh karena itu tidaklah cukup jika al-Qur'an hanya dianggap sebgai sebuah bacaan belaka dalam kehidupan sehari-hari tanpa dibarengi dengan pengertian dari maksud ayat tersebut. Mengunkap dan memahami al-Qur'an merupakan suatu upaya untuk mengurai isi serta makna yang terkandung didalamnya. Disisi yang lain sejarah mencatat bahwa al-Qur'an yang sudah lebih dari 1400 tahun lalu diturunkan untuk merespon kondisi, situasi sosial, politik, budaya dan relegiusitas masyarakat Arab tentu kondisi tersebut sangat jauh beda dengan kehidupan dan kondisi pada zaman global dan kontemporer saat ini. Maka dari itu penting untuk melakukan reinterpretasi terhadap al-Qur'an dengan melihat dan mempertimbangkan kondisi di mana dan kapan al-Qur'an itu turun. 2 Pernyataan yang sama dilontarkan oleh Amin Abdullah bahwa perkembangan situasi sosial budaya, politik, ilmu pegetahuan dan revolusi informasi juga turut memberi andil dalam usaha memaknai teks-teks keagaamn. 3 Shahrur berpendapat bahwa al-Qur'an pada zaman global sekarang ini perlu ditafsirkan sesuai dengan tuntutan zaman kontemporer yang dihadapi oleh umat 1 M. Quraish Shihab, Wawasan al-Qur'an Tafsir Maud} u'i Atas Pelbagai Persoalan Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free Ali Geno Berutu, Tafsir al-Misbah Muhammad Quraish Shihab 1 TAFSIR AL-MISBAH MUHAMMAD QURAISH SHIHAB Oleh Ali Geno Berutu A. Pendahuluan Al-Qur’an yang secara harfiah berarti “bacaan sempurna” merupakan suatu nama pilihan Allah yang sungguh tepat. Tidak ada bacaan melebihi al-Qur’an dalam perhatian yang diperolehnya, bukan saja sejarahnya secara umum, tetapi ayat-ayatnya, mulai dari dari masa, musim, dan saat turunnya, sampai sebab-sebab beserta waktu-waktu turunnya. Gibb seorang orientalispernah menulis bahwa “Tidak ada seorang pun dalam seribu lima ratus tahun ini telah memainkan “alat” bernada nyaring yang sangat mampu, berani dan luasnya getaran jiwa yang diakibatkan, seperti yang dibaca Muhammad al-Qur’an”. Keindahan bahasanya demikian terpadu dalam al-Qur’an, ketelitian maupun keseimbangannya dengan kedalaman makna, kekayaan dan kebenarannya, serta kemudahan pemahaman dan kehebatan kesan yang dapat berperan dan berfungsi dengan baik sebgai tuntunan dan pedoman serta petunjuk hidup untuk umat manusia, terutama di zaman kontemporer seperti saat ini. Oleh karena itu tidaklah cukup jika al-Qur’an hanya dianggap sebgai sebuah bacaan belaka dalam kehidupan sehari-hari tanpa dibarengi dengan pengertian dari maksud ayat tersebut. Mengunkap dan memahami al-Qur’an merupakan suatu upaya untuk mengurai isi serta makna yang terkandung didalamnya. Disisi yang lain sejarah mencatat bahwa al-Qur’an yang sudah lebih dari 1400 tahun lalu diturunkan untuk merespon kondisi, situasi sosial, politik, budaya dan relegiusitas masyarakat Arab tentu kondisi tersebut sangat jauh beda dengan kehidupan dan kondisi pada zaman global dan kontemporer saat ini. Maka dari itu penting untuk melakukan reinterpretasi terhadap al-Qur’an dengan melihat dan mempertimbangkan kondisi di mana dan kapan al-Qur’an itu yang sama dilontarkan oleh Amin Abdullah bahwa perkembangan situasi sosial budaya, politik, ilmu pegetahuan dan revolusi informasi juga turut memberi andil dalam usaha memaknai teks-teks berpendapat bahwa al-Qur’an pada zaman global sekarang ini perlu ditafsirkan sesuai dengan tuntutan zaman kontemporer yang dihadapi oleh umat M. Quraish Shihab, Wawasan al-Qur’an Tafsir Maud}u’i Atas Pelbagai Persoalan Umat, Bandung Mizan, 1996, 1-5. Atik Wartini, “Corak Penafsiran M. Quraish Shihab Dalam Tafsir Al-Misbah”, Hunafa Jurnal Studia Islamika, Vol. 11, No. 1, Juni 2014, 110. M. Amin Abdullah, “Kajian Ilmu Kalam di IAIN Menyongsong Perguliran Paradigma Keilmuan Keislaman Pada Era Melenium Ketiga”, al-Jami’ah Journal of Islamic Studies, No. 65, 2000, 93. Ali Geno Berutu, Tafsir al-Misbah Muhammad Quraish Shihab 2 Islam dan umat manusia. Pemeliharaan dilakukan dengan pengkajian yang menyentuh realitas dan mencoba menyapa realitas lebih sensitif dan memfungsikannya dalam memahami realitas-realitas yang ada dengan interpretasi yang baru sesuai dengan keadaaan satu yang menarik dari penafsiran kontemporer adalah tafsir al-Misbah karya M. Quraish Shihab. Quraish Shihab melihat bahwa masyarakat muslim Indonesia sangat mencintai dan mengagumi al-Qur’an, hanya saja sebagian dari mereka itu hanya kagum pada bacaan dan lantunan dengan menggunakan suara merdu. Kenyataan ini seolah-olah mengindikasikan bahwa al-Qur’an hanya sekedar untuk dibaca saja. Sebenarnya bacaan dan lantunan al-Qur’an harus disertai dengan pemahaman dan penghayatan dengan menggunakan akal dan hati untuk mengungkapkan pesan-pesan yang terkandung di dalamnya. al-Qur’an telah memberikan banyak motivasi agar manusia merenungi kandungan-kandungannya melalui dorongan untuk memberdayakan akal pikirannya. Tradisi tilāwah, qirā’ahdan tadabbur al-Qur’an merupakan upaya memahami dan mengamalkan al-Qur’an. Beberapa tujuan M. Quraish Shihab menulis Tafsir al-Misbah adalah pertama, memberikan langkah yang mudah bagi umat Islam dalam memahami isi dan kandungan ayat-ayat Alquran dengan jalan menjelaskan secara rinci tentang pesan-pesan yang dibawa oleh al-Qur’an, serta menjelaskan tema-tema yang berkaitan dengan perkembangan kehidupan Manusia. Karena menurut M. Quraish Shihab walaupun banyak orang berminat memahami pesan-pesan yang terdapat dalam al-Qur’an, namun ada kendala baik dari segi keterbatasan waktu, keilmuan, dan kelangkaan refrerensi sebagai bahan ada kekeliruan umat Islam dalam memaknai fungsi al-Qur’an. Misalnya, tradisi membaca Yāsin berkali-kali, tetapi tidak memahami apa yang mereka baca berkali-kalai terebut. Indikasi tersebut juga terlihat dengan banyaknya buku-buku tentang fadhilah-fadhilah surat-surat dalam al-Qur’an. Dari kenyatan tersebut perlu untuk memberikan bacaan baru yang menjelaskan tema-tema atau pesan-pesan al-Qur’an pada ayat-ayat yang mereka kekeliruan itu tidak hanya merambah pada level masyarakat awam terhadap ilmu agama tetapi juga pada masyarakat terpelajar yang berkecimpung dalam dunia studi al-Qur’an, apalagi jika mereka membandingkan dengan karya ilmiah, banyak diantara mereka yang tidak mengetahui bahwa sistematika penulisan al-Qur’an M. Quraish Shihab, Membumikan al-Qu’an Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat Bandung al-Mizan, 2003, Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an, Vol. I, Jakarta Lentera Hati, 2002, 4. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah… Vol. I, vii. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah...., x. Ali Geno Berutu, Tafsir al-Misbah Muhammad Quraish Shihab 3 mempunyai aspek pendidikan yang sangat menyentuh. Dan Keempat, adanya dorongan dari umat Islam Indonesia yang mengugah hati dan membulatkan tekad M. Quraish Shihab untuk menulis karya Biografi Singkat M. Qurais Shihab Muhammad Quraish Shihab merupakan salah seorang ulama dan cendikiawan muslim Indonesia dalam bidang tafsir al-Qur’an lahir pada tanggal 16 Februari 1944 di Rappang, Sulawesi merupakan putra dari salah seorang wirausahawan dan juga seorang guru besar dalam bidang tafsir yang memiliki reputasi baik dalam dunia pendidikan di Sulawesi Selatan yaitu Prof. KH. Abdurrahman Shihab 1905-1986. Kontribusinya terbukti dalam usahanya membina perguruan tinggi di Ujung Pandang, yaitu Universitas Muslim Indonesia UMI dan IAIN Alauddin Ujung Pandang. Dalam kesibukannya sebagai seorang guru besar Abdurrahman Shihab masih sering menyisihkan waktunya untuk keluarganya, saat-saat seperti ini dimanfaatkan untuk memberikan petuah-petuah keagamaan yang kebanyakan berupa ayat-ayat al-Qur’an kepada petuah-petuah keagamaan yang berasal dari ayat-ayat al-Qur’an, hadis-hadis nabi, serta perkataan sahabat maupun pakar-pakar ilmu al-Qur’an yang diberikan oleh orang tuanya inilah M. Quraish Shihab mendapatkan motivasi awal dan benih-benih kecitaan terhadap bidang studi formal yang ditempuh oleh M. Qurais Shihab, dimulai dari Sekolah Dasar di Ujung Pandang, kemudian dilanjutkan dengan Sekolah Menengah, sambil belajar agama di Pondok Pesantren Da>r al-Hadi>th al-Fiqhiyyah di kota Malang, Jawa Timur 1956-1958.Pada tahun 1958, ketikaia berusia 14 tahun ia melanjutkan pendidikan ke Al-Azhar Kairo Mesir untuk mendalami studi keislaman, dan diterima di kelas II Tsanawiyah al-Azhar. Setelah selesai, M. Quraish Shihab berminat melanjutkan studinya di Universitas al-Azhar pada Jurusan Tafsir Hadis Fakultas Ushuluddin, tetapi ia tidak diterima karena belum memenuhi syarat yang telah ditetapkan karena itu ia bersedia untuk mengulang setahun guna mendapatkan kesempatan studi di Jurusan Tafsir Hadis walaupun Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah…., x. Hal ini dapat dilihat dalam Tafsir al-Misbah 15 645. Bahwa M. Quraish Shihab pernah menerima surat dari seorang yang tidak dikenal yang menulis “Kami menunggu karya ilmiah pak Quraish yang lebih serius”. Saiful Amin Ghafur, Profil Para Mufassir al-Qur’an Yogyakarta Pustaka Insan Madani, 2008, 236. Alwi Shihab, Islam Inklusif Menuju Terbuka dalam Beragama, Bandung Mizan,1999, v. Badiatul Raziqin, dkk, 101 Jejak Tokoh Islam Indonesia, Yogyakartae-Nusantara, 2009, 269. M. Quraish Shihab, Membumikan al-Qur’an,Bandung Mizan, 1994, 6. Ali Geno Berutu, Tafsir al-Misbah Muhammad Quraish Shihab 4 jurusan-jurusan lain terbuka lebar untuknya. Pada tahun 1967 ia dapat menyelesaikan kuliahnya dan mendapatkan gelar Lc. Karena “kehausannya” dalam ilmu al-Qur’an ia melanjutkan kembali pendidikannya dan berhasil meraih gelar MA pada tahun 1968 untuk spesalisasi di bidang tafsir al-Qur’an dengan tesis berjudul “al-I’ja>z at-Tashri’i al-Qur’a>n al-Kari>m” dengan gelar meraih gelar MA. M. Quraish Shihab tidak lansung melanjutkan studinya ke program doktor, melainkan kembali ke kampung halamannya di Ujung Pandang. Dalam periode lebih kurang 11 tahun 1969-1980 ia terjun ke berbagai aktifitas, membantu ayahnya mengelola pendidikan di IAIN Alauddin, dengan memegang jabatan sebagai Wakil Ketua Rektor di bidang Akdemis dan Kemahasiswaan 1972-1980, koordinator bidang Perguruan Tinggi Swasta Wilayah VII Indonesia bagian timur. Selain di luar kampus M. Quraish Shihab dipercaya sebagai Wakil Ketua Kepolisian Indonesia Bagian Timur dalam bidang penyuluhan mental. Selama di Ujung Pandang ia melakukan berbagai penelitian, di antaranya dengan tema“Penerapan Kerukunan Hidup Beragama di Indonesia Timur” 1975 dan“Masalah Wakaf di Sulawesi Selatan” 1978. Pada tahun 1980 M. Quraish Shihab kembali ke Kairo, Mesir untuk melanjutkan pendidikannya, mengambil spesialisasi dalam studi tafsir al-Qur’an, dalam kurun waktu dua tahun 1982 ia berhasil meraih gelar doktor dengan disertasi yang berjudul “Naz}m al-Durar li al-Biqa’i Tahqi>q wa Dira>sah” suatu kajian terhadap kitab Naz}m al-Durar karya al-Biqa’i dengan predikat Summa Cum Laude dengan penghargaan Mumta>z Ma’a Martabat al-Syaraf tahun 1984 beliau pindah tugas dari IAIN Alaudin, Ujung Pandang ke Fakultas Ushuluddin IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Di sini M. Quraish Shihab aktif mengajar dalam bidang tafsir dan ulum al-Qur’an di program S1, S2, dan S3. dan beliau juga mendapat jabatan sebagai Rektor IAIN Jakarta dalam dua periode yaitu pada tahun 1992-1996 dan 1997-1998, ia juga dipercaya menjadi Menteri Agama selama kurang lebih dua bulan di awal tahun 1998, pada kabinet terakhir Soeharto, kabinet Pembangunan IV. Pada tahun 1999, M. Quraish Shihab diangkat menjadi Duta Besar Republik Indonesia untuk negara Republik Arab Mesir yang berkedudukan di Kairo. C. Karya-karya M. Quraish Shihab Sebagai mufassir kontemporer dan penulis yang produktif, M. Quraish Shihab telah menghasilkan berbagai karya yang telah banyak diterbitkan dan Diantara karyakaryanya, khususnya yang berkenaan dengan Badiatul Raziqin, dkk, 101 Jejak Tokoh Islam Indonesia,... 269-270 M. Quraish Shihab, Membumikan al-Qur’an,... 6. Ali Geno Berutu, Tafsir al-Misbah Muhammad Quraish Shihab 5 studi Alquran adalah Tafsir Al-Manar Keistimewan dan Kelemahannya 1984, Filsafat Hukum Islam 1987, Mahkota Tuntunan Illahi Tafsir Surat Al- Fatihah 1988, Membumikan Alquran Fungsi dan Peranan Wahyu dalam Kehidupan Maysarakat 1994, Studi Kritik Tafsir al-Manar 1994, Lentera Hati Kisah dan Hikmah Kehidupan 1994, Wawasan Alquran Tafsir Maudhu’i atas Berbagai Persoalan Umat 1996, Hidangan Ayat-Ayat Tahlil 1997, Tafsir Alquran Al-Karim Tafsir Surat-surat Pendek Berdasarkan Urutan Turunya Wahyu 1997, Mukjizat Alquran Ditinjau dari Berbagai Aspek Kebahasaan, Isyarat Ilmiah dan Pemberitaan Ghaib 1997, Sahur Bersama M. Quraish Shihab di RCTI 1997, Menyingkap Ta’bir Illahi al-Asma’ al-Husna dalam Prespektif Alquran 1998, Fatwa-Fatwa Seputar Alquran dan Hadist 1999, dan Sistematika Penafsiran. Sebelum masuk ke Surat, terdapat pendahuluan yang menjelaskan tentang Jumlah ayat, tempat diturunkannya surat tersebut, surat yang diturunkan sebelum surat tersebut, pengambilan nama surat, hubungan dengan surat yang lain, serta gambaran menyeluruh tentang isi surat dan asbabun nuzul. Diantara kelebihan tafsir ini adalah Setiap Surat dikelompokkan menurut kandungannya, diberikan penjelasan terhadap kalimat yang terdapat dalam ayat, pada beberapa kalimat/kata, diberikan rujukan bagi pembaca jika ingin mengetahui penjelasan lebih lanjut, menyebutkan sumber yang mengeluarkan pendapat, serta dalam penerjemahan/penjelasan ayat, diberikan kalimat-kalimat tambahan sebagai penegasan penjelasan. Dalam konteks memperkenalkan al-Qur’an, penulis berusaha menghidangkan bahasan setiap surah pada tema pokok surah. Jika kita mampu memperkenalkan tema-tema pokok itu, maka secara umum kita dapat memperkenalkan pesan utama setiap surah sehingga al-Qur’an bisa dikenal lebih dekat dan mudah. Penulisan terjemah dipisahkan dengan tafsirnya. Terjemah ditulis dengan huruf miring, sedangkan tafsirnya ditulis dengan huruf normal. Tafsir al-Mishbah wajah baru dilengkapi dengan navigasi rujukan silang, dan dikemas dengan bahasa yang mudah dipahami serta pengemasan yang lebih menarik. Quraish Shihab memulai dengan menjelaskan tentang maksud-maksud firman Allah swt sesuai kemampuan manusia dalam menafsirkan sesuai dengan keberadaan seseorang pada lingkungan budaya dan kondisisosial dan perkambangan ilmu dalam menangkap pesan-pesan al-Quran. Keagungan firman Allah dapat menampung segala kemampuan, tingkat, kecederungan, dan kondisi Atik Wartini, “Corak Penafsiran M. Quraish Shihab Dalam Tafsir Al-Misbah”, Hunafa Jurnal Studia Islamika, Vol. 11, No. 1, Juni 2014,117. Ali Geno Berutu, Tafsir al-Misbah Muhammad Quraish Shihab 6 yang berbeda-beda itu. Quraish Shihab juga memasukkan tentang kaum Orientalis mengkiritik tajam sistematika urutan ayat dan surah-surah al-Quran, sambil melemparkan kesalahan kepada para penulis wahyu. Kaum orientalis berpendapat bahwa ada bagian-bagian al-Quran yang ditulis pada masa awal karir Nabi Muhammad saw. Contoh bukti yang dikemukakannya antara lain adalah QS. Al-Ghasyiyah. Di sana gambaran mengenai hari kiamat dan nasib orang-orang durhaka, kemudian dilanjutkan dengan gambaran orang-orang yang taat. Kemudian beliau mengambil tokoh-tokoh para ulama tafsir, tokoh-tokohnya seperti Fakhruddin ar-Razi 606 H/1210 M. Abu Ishaq as{-S{a>thi>bi> H/1388 M, Ibrahim Ibn Umar al-Biqa’I 809-885 H/1406-1480 M, Badruddin Muhammad ibn Abdullah Az-Zarkas{i> H dan lain-lain yang menekuni ilmu Munasabat al-Quran/keserasian hubungan bagian-bagian al-Quran. Tafsir al-Misbah terdiri dari 15 volume 1. Al-Fa>tihah dan Al-Baqarah 2. Ali-Imra>n dan An-Nisa>’ 3. Al-Ma>’idah 4. Al-An’a>m 5. Al-A’ra>f, Al-Anfa>l dan At-Taubah 6. Yu>nus, Hu>d, Yu>suf dan Ar-Ra’d 7. Ibra>hi>m, Al-H}ijr, An-Nah{l dan Al-Isra>’ 8. Al-Kahf, Maryam, T{a>ha> dan Al-Anbiya>’ 9. Al-Hajj, Al-Mu’minu>n, An-Nu>r dan Al-Furqa>n 10. Asy-Syu’ara, An-Naml, Al-Qas{as{ dan Al-Ankabu>t 11. Ar-Ru>m, Luqma>n, As-Sajdah, Al-Ah{za>b, Saba’, Fa>ti{r dan Ya>si>n 12. As{-S{a>ffa>t, S{a>d, Az-Zumar, Ga>fir, Fus{s{ilat, Asy-Syu>ra> dan Az-Zukhruf 13. Ad-Dukha>n, Al-Ja>s\iyah, Al-Ah{qa>f, Muhammad, Al-Fath{, Al-H{ujura>t, Qa>f, Az\-Za>riya>t, At-Tu>r, An-Najm, Al-Qamar, Ar-Rah{ma>n dan Al-Wa>qi’ah 14. Al-H{adi>d, Al-Muja>dilah, Al-H{asyr, Al-Mumtah{anah, As{-S{aff, Al-Jumu’ah, Al-Muna>fi>qu>n, At-Taga>bun, At{-T{ala>q, At-Tah{rim, Al-Mulk, Al-Qalam, Al-Ha>qqah, Al-Ma’a>rij, Nuh, Al-Jinn, Al-Muzammil, Al-Muddas\s\ir, Al-Qiya>mah, Al-Insa>n dan Al-Mursala>t 15. Juz Amma E. Corak Tafsir Al-Misbah Tafsir al-Misbah cenderung bercorak sastra budaya dan kemasyarakatan adabi al-ijtimā’i yaitu corak tafsir yang berusaha memahami nash-nash al-Qur'an dengan cara mengemukakan ungkapan-ungkapan al-Qur'an secara teliti. Kemudian menjelaskan makna-makna yang dimaksud al-Qur'an tersebut dengan bahasa yang indah dan menarik, dan seorang mufassir berusaha menghubungkan nash-nash al- Ali Geno Berutu, Tafsir al-Misbah Muhammad Quraish Shihab 7 Qur'an yang dikaji dengan kenyataan sosial dengan sistem budaya yang ada. corak penafsiran ini ditekankan bukan hanya ke dalam tafsir lughawi, tafsir fiqh, tafsir ilmi dan tafsir isy'ari akan tetapi arah penafsirannya ditekankan pada kebutuhan masyarakat dan sosial masyarakat yang kemudian disebut corak tafsir Adabi al-Ijtimā' tafsir al-Misbah merupakan salah satu yang menarik pembaca dan menumbuhkan kecintaan kepada al-Qur'an serta memotivasi untuk menggali makna-makna dan rahasia-rahasia al-Qur'an. Menurut Muhammad Husein al-Dzahabi, corak penafsiran ini terlepas dari kekurangan berusaha mengemukakan segi keindahan bahasa dan kemu’jizatan al-Qur’an, menjelaskan makna-makna dan sasaran-sasaran yang dituju oleh al-Qur’an, mengungkapkan hukum-hukum alam yang agung dan tatanan kemasyarakatan yang di kandung, membantu memecahkan segala problem yang dihadapi umat Islam khususnya dan umat manusia pada umumnya, melalui petunjuk dan ajaran al-Qur’an untuk mendapatkan keselamatan di dunia dan akhirat serta berusaha mempertemukan antara al-Qur’an dengan teori-teori ilmiah yang benar. Di dalam al-Qur’an juga berusaha menjelaskan kepada umat manusia bahwa al- Qur’an adalah kitab suci yang kekal, yang mampu bertahan sepanjang perkembangan zaman dan kebudayaan manusia sampai akhir masa, yang berusaha melenyapkan kebohongan dan keraguan yang dilontarkan terhadap al-Qur’an dengan argumen yang kuat dan mampu menangkis segala kebatilan, sehingga jelas bagi mereka bahwa al-Qur’an itu tiga karakter yang harus dimiliki oleh sebuah karya tafsir bercorak sastra budaya dan kemasyarkatan. Pertama, menjelaskan petunjuk ayat al-Qur'an yang berkaitan langsung dengan kehidupan masyarakat dan menjelaskan bahwa al-Qur'an itu kitab suci yang kekal sepanjang zaman. Kedua, penjelasan-penjelasnnya lebih tertuju pada penanggulangan penyakit dan masalah-masalah yang sedang mengemuka dalam masyarakat, dan ketiga, disajikan dalam bahasa yang mudah dipahami dan indah didengar. Tafsir al-Misbah karya M. Quraish Shihab memenuhi ketiga persyaratan tersebut. Kaitannya dengan karakter yang pertama, tafsir ini selalu menghadirkan penjelasan akan petunjuk dengan menghubungkan kehidupan masyarakat dan menjelaskan bahwa al-Qur'an itu kitab suci yang kekal sepanjang zaman. Kemudian karakter kedua, Quraish Shihab selalu mengakomodasi hal-hal yang dianggap sebagai problem di dalam masyarakat. Kemudian yang ketiga dalam Fajrul Munawwir, Pendekatan Kajian Tafsir, dalam M. Alfatih Suryadilaga dkk, Metodologi Ilmu Tafsir, Yogyakarta Teras 2005, 138. Said Agil Husein al-Munawar, Al-Qur'an Membangun Tradisi Kesalehan Hakiki, Jakarta Ciputat Press, 2002, Hayy Al-Farmawy, Metode Tafsir dan Cara Penerapannya,Bandung Pustaka Setia, 2002, 71-72. Ali Geno Berutu, Tafsir al-Misbah Muhammad Quraish Shihab 8 penyajiannya, tidak dapat diragukan, ia menggunakan bahasa yang membumi. M. Quraish Shihab menggunakan bahasa yang mudah dimengerti oleh kalangan umum khususnya masyarakat Indonesia. Sehingga jika dibandingkan dengan tulisan-tulisan cendekiawan muslim Indonesia lainnya. Karya-karya M. Quraish Shihab pada umumnya dan Tafsir al-Misbah pada khususnya, tampil sebagai karya tulis yang khas. Memang, setiap penulis memiliki gaya masing-masing. Dalam memilih gaya bahasa yang digunakan, M. Quraish Shihab lebih mengedepankan kemudahan konsumen/pembaca yang tingkat intelektualitasnya relatif lebih beragam. Hal ini dapat dilihat dalam setiap bahasa yang sering digunakan M. Quraish Shihab dalam menulis karya-karyanya mudah dicerna dan dimengerti oleh semua lapisan khususnya di Indonesia. Tafsir Al Mishbah secara garis besar memiliki corak kebahasaan yang cukup dominan. Hal ini bisa difahami karena memang dalam tafsir bil ra’yi pendekatan kebahasaan menjadi dasar penjelasannya dalam artian dengan cara menggunakan fenomena sosial yang menjadi latar belakang dan sebab turunya ayat, kemampuan dan pengetahuan kebahasaan, pengertian kealaman dan kemampuan Pendekatan Tafsir Al-Misbah M. Quraish Shihab banyak menekankan perlunya memahami wahyu Ilahi dengan pendekatan kontekstual dan tidak semata-mata terpaku pada makna tekstual agar pesan-pesan yang terkandung di dalamnya dapat difungsikan dalam kehidupan nyata. Pendekatan kontekstual adalah pendekatan yang berorientasi pada konteks penafsir al-Qur’an. Bentuk pendekatan ini menggunakan kontekstualitas dalam pendekatan tekstual yaitu latar belakang sosial historis di mana teks muncul dan diproduksi menjadi variable penting. Serta ditarik kedalam konteks penafsir di mana ia hidup dan berada, dengan pengalaman budaya, sejarah dan sosialnya sendiri. Oleh karena itu, sifat gerakannya adalah dari bawah ke atas, yaitu dari konteks menuju beberapa prinsip yang dipegangi oleh M. Quraish Shihab dalam karya tafsirnya, baik tahlili maupun maudhu’i, diantaranya adalah bahwa al-Qur’an merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan. Dalam menafsirkan beliau tidak luput dari pembahasan ilmu al-munasabah ayat yang tercermin dalam enam hal a. keserasian kata demi kata dalam satu surah; b. keserasian kandungan ayat dengan penutup ayat; c. keserasian hubungan ayat dengan ayat berikutnya; Abdul Mu’in Salim, Metodologi Ilmu Tafsir, Yogyakarta Teras, 2005, 99. Islah Gusmian, Khasanah Tafsir Indonesia dari Hermeneutika Hingga Ideologi, Jakarta Teraju, 2003, 249. Ali Geno Berutu, Tafsir al-Misbah Muhammad Quraish Shihab 9 d. keserasian uraian awal/mukadimah satu surah dengan penutupnya; e. keserasian penutup surah dengan uraian awal/mukadimah surah sesudahnya; f. Keserasian tema surah dengan nama surah. G. Metode Tafsir Al-Misbah Dalam menulis tafsir al-Mis}ba>h}, metode tulisan M. Quraish Shihab lebih bernuansa kepada tafsir tah}lili. Ia menjelaskan ayat-ayat al-Qur’an dari segi ketelitian redaksi kemudian menyusun kandungannya dengan redaksi indah yang menonjolkan petunjuk al-Qur’an bagi kehidupan manusia serta menghubungkan pengertian ayat-ayat al-Qur’an dengan hukum-hukum alam yang terjadi dalam masyarakat. Uraian yang ia paparkan sangat memperhatikan kosa kata atau ungkapan al-Qur’an dengan menyajikan pandangan pakar-pakar bahasa, kemudian memperhatikan bagaimana ungkapan itu dipakai dalam al-Qur’ berbagai karyanya, M. Quraish Shihab lebih memilih metode maudlu’i dalam menyajikan pemikirannya dalam menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an. Hal ini dilakukan karena metode maudlu’i tematik ini dapat mengungkapkan pendapat-pendapat al-Qur’an al-karim tentang berbagai masalah kehidupan, dan juga menjadi bukti bahwa ayat-ayat al-Qur’an sejalan dengan perkembangan iptek dan kemajuan peradaban masyarakat. Berbeda dengan hasil karyanya yang fenomenal tafsir al-Mishbah beliau menggunakan metode tahlili. M. Quraish Shihab menafsirkan al-Qur’an secara kontekstual, maka corak penafsirannya dalam menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an menggunakan Adabi ijtima’isosial kemasyarakatan. Hal ini ia lakukan karena penafsiran al-Qur’an dari zaman ke zaman selalu mengalami perubahan sesuai dengan perkembanagan zaman dan kondisi yang ada. Disamping itu corak lugawi juga sangat mendominasi karena ketinggian ilmu bahasa arabnya. Corak sufi juga menghiasi tafsir al-Mis}ba>h. Ketinggian bahasa arabnya dapat ditemukan kala mengungkap setiap kata mufradat mengenai ayat-ayat al-Qur’an. Corak tafsir ini merupakan corak baru yang menarik pembaca dan menumbuhkan kecintaan kepada al-Qur'an serta memotivasi untuk menggali makna-makna dan rahasia-rahasia al-Qur'an. Menurut Muhammad Husain al-Dhahabi, bahwa corak penafsiran ini terlepas dari kekurangannya berusaha mengemukakan keindahan bahasa balaghah dan kemukjizatan al-Qur'an, menjelaskan makna-makna dan saran-saran yang dituju oleh al-Qur'an, mengungkapkan hukum-hukum alam yang agung dan tatanan kemasyarakatan Mahmud Yunus, Tafsir al-Qur’an al-Karim PT Hidakarya Agung, 2004, 4. Muhammad H}usain al-Dhahabi, al-Tafsi>r wa al Mufassiru>n, vol. 3 Da>r al-Kutub al-Hadi>thah, 213. Ali Geno Berutu, Tafsir al-Misbah Muhammad Quraish Shihab 10 yang dikandungnya membantu memecahkan segala problema yang dihadapi umat Islam khususnya dan umat manusia pada umumnya melalui petunjuk dan ajaran al-Qur'an untuk mendapatkan keselamatan dunia dan akhirat dan berusaha menemukan antara al-Qur'an dengan teori-teori ilmiah. Misalnya ketika Quraish Shihab menafsirkan QS. Al-Fa>tih}ah 1 7, kata al-D}an berasaldari kata d}alla. Tidak kurang dari 190 kali kata tersebut terulang dalam al-Qur’an dalam berbagai bentuknya. Sedangkan kata d}alla dalam bentuk al-D}an huruf lam di dhommah ditemukan sebanyak 5 kali. Kata ini pada mulanya memiliki makna kehilangan jalan, bingung, dan tidak mengetaui arah. Makna-makna tersebut berkembang sehingga kata itu juga bisa mengandung arti binasa dan terkubur. Kata d}alla dalam pengertian immaterial memiliki makna sesat dari jalan kebajikan atau lawan dari petunjuk. Dari penggunaan al-Qur’an yang beraneka ragam tersebut dapat disimpulkan bahwa d}alla dalam berbagai bentuknya mengandung arti tindakan atau ucapan yang tidak menyentuh kepada kebenaran. Tafsir al-Mis}ba>h disajikan dalam bahasa yang ringan, enak dibaca dan mudah dipahami oleh berbagai kalangan, tidak heran jika karya ini di minati oleh berbagai elemen masyarakat, mulai dari kalangan intelektual muslim hingga seorang musisi. H. Kelebihan dan kekurangan Tafsir al-Misbah Di antara keistimewaan tafsir dengan corak kebahasaan adalah pada pemahaman yang seksama, karena tafsir dengan corak kebahasaan menekankan pentingnya penggunaan bahasa dalam memahami al-Qur’an, terjaminnya ketelitian redaksi ayat dalam penyampaian pesan-pesan yang dikandung al-Qur’an, kecilnya kemungkinan terjebaknya mufassir dalam subjektifitas yang terlalu jauh, karena pendekatan ini mengikat mufassir dalam bingkai pemahaman tekstual ayat-ayat al-Qur’an. Sementara itu diantara kelemahan dari tafsir dengan corak kebahasaan, adalah Kemungkinan terabaikannya makna-makna yang dikandung oleh Al-Qur’an, karena pembahasan dengan pendekatan kebahasaan menjadikan para mufassir terjebak pada diskusi yang panjang dari aspek bahasa. Di samping itu, seringkali latar belakang turunnya ayat atau asbab al-nuzul dan urutan turunnya ayat, termasuk ayat-ayat yang berstatus nasikh wa mansukh, hampir terabaikan sama sekali. Sehingga menimbulkan kesan seolah-olah Al-Qur’an tidak turun dalam ruang dan waktu tertentu. Tafsir Al-Mis}ba>hini tentu saja tidak murni hasil penafsiran ijtihad Quraish Shihab saja. Sebagaimana pengakuannya sendiri, banyak sekali ia Quraish, al-Mis}ba>hPesan, Kesan , Keserasian al-Qur’an, Jakarta Pelita Hati, Vol. 15, 11. Ali Geno Berutu, Tafsir al-Misbah Muhammad Quraish Shihab 11 mengutip dan menukil pendapat-pendapat para ulama, baik klasik maupun paling dominan tentu saja kitab Tafsîr Naz}m al-Durar karya ulama abad pertengahan Ibrahim ibn Umar al-Biqai w. 885/1480. Ini wajar, karena tokoh ini merupakan objek penelitian Quraish ketika menyelesaikan program Doktornya di Universitas Al-Azhar. Muhammad Husein Thabathab’i, ulama Syiah modern yang menulis kitab Tafsîr al-Mîzân lengkap 30 juz, juga banyak menjadi rujukan Quraish dalam tafsirnya ini. Dua tokoh ini kelihatan sangat banyak mendapat perhatian Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Mis}ba>h-nya. Selain al-Biqai dan Thabathaba’i, Quraish juga banyak mengutip pemikiranpemikiran Muhammad at-Thantawi, Mutawalli as-Syarawi, Sayyid Quthb dan Muhammad Thahir ibn Contoh Tafsir al-Misbah 1. Penciptaan manusia dalam surat al-An’am ayat 2 “Dialah yang menciptakan kamu dari tanah, sesudah itu ditentukan-Nya ajal dan ada lagi suatu ajal yang ditentukan di sisi-Nya, kemudian kamu masih terus-menerus ragu-ragu.” Dalam hal ini, penulis terkonsentrasi pada “sesudah itu ditentukan-Nya ajal dan ada lagi suatu ajal yang ditentukan di sisi-Nya”. Menurut Quraish Shihab, pendapat yang terkuat tentang arti ajal adalah ajal kematian dan ajal kebangkitan karena biasanya al-Qur’an menggunakan kata “ajal” bagi manusia dalam arti kematian. Ajal yang pertama adalah kematian, yang paling tidak dapat diketahui oleh orang lain yang masih hidup setelah kematian seseorang. Sedangkan ajal yang kedua adalah ajal kebangkitan, yang tidak diketahui kecuali oleh Allah SWT. Untuk memperkuat ini, kembali ditegaskan oleh Quraish bahwa pembentukan diri manusia, dengan segala potensi yang dianugrahkan Allah, menjadikan dia dapat hidup dengan normal, bisa jadi sampai seratus atau seratus Muhammad Iqbal, “Metode Penafsiran al-Qur’an M. Quraish Shihab”, JurnalTSAQAFAH, Vol. 6, No. 2, Oktober 2010, 260. Quraish Shihab, Lentera Al-Qur’an Kisah dan Hikmah Kehidupan Bandung Mizan, 2008, 10. Ali Geno Berutu, Tafsir al-Misbah Muhammad Quraish Shihab 12 dua puluh tahun; inilah yang tertulis dalam lauhal-mahwu wa al-itsbat. Tetapi semua bagian dari alam raya memiliki hubungan dan pengaruh dalam wujud atau kelangsungan hidup makhluk. Bisa jadi, faktor-faktor dan penghalang yang tidak diketahui jumlahnya itu saling memengaruhi dalam bentuk yang tidak kita ketahui sehingga tiba ajal sebelum berakhir waktu kehidupan normal yang mungkin bisa sampai pada batas100 atau 120 tahun itu. Quraish kembali menjelaskan, hal inilah yang dimaksud sementara ulama Ahlus Sunnah dinamai dengan qadha’ muallaq dan qadha’ mubram. Ada ketetapan Allah yang bergantung dengan berbagai syarat yang bisa jadi tidak terjadi karena berbagai faktor, antara lain karena doa, dan ada juga ketetapan-Nya yang pasti dan tidak dapat berubah sama sekali. 2. Penciptaan Wanita Secara umum, diktum al-Qur’an menyebutkan bahwa penciptaan manusia dapat dibedakan menjadi empat macam kategori, yaitu 1 manusia diciptakan dari tanah kasus Adam; 2 diciptakan dari tulang rusuk Adam kasus Hawa. 3; diciptakan melalui kehamilan tanpa ayah kasus Isa; 4 diciptakan melalui proses reproduksi lewat hubungan biologis antara suami-istri manusia pada umumnya. Ketiga bentuk penciptaan yang disebutkan pada poin 1, 3 dan 4, tidak ada perbedaan pendapat yang serius, baik dikalangan ahli tafsir maupun para feminis. Namun, untuk yang disebutkan kedua, yakni penciptaan melalui tulang rusuk Adam, yang dalam kasus ini adalah Hawa, sampai sekarang masih diperdebatkan, khususnya bagi para praktisi gender atau kaum feminis dan juga orang-orang yang sensitif gender. Sebab, konsep yang menyatakan bahwa Hawa diciptakan dari tulang rusuk Adam ini tidak saja berimplikasi pada sebuah pemahaman yang bias gender, tetapi juga berimplikasi secara psikologis, sosial, budaya, ekonomis dan bahkan politik. Artinya, secara kualitas Adam laki-laki lebih unggul dibandingkan dengan Hawa perempuan. Beberapa ayat al-Qur’an yang menegaskan masalah ini tidak menyebutkan secara jelas dan terperinci tentang proses penciptaan Hawa. Diktum al-Qur’an hanya menyebutkan bahwa “daripadanya nafs wahidah, Dia menciptakan istrinya” wa khalaqa minha zaujaha. Untuk lebih memperjelas masalah ini akan saya kutipkan beberapa ayat al-Qur’an yang menegaskan masalah ini, sebagai berikut Ali Geno Berutu, Tafsir al-Misbah Muhammad Quraish Shihab 13 “Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu, dan daripadanya Allah menciptakan isterinya; dan daripada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan mempergunakan nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan peliharalah hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu” QS. Al-Nisa>’[4] 1. Dari ayat di atas, dapat dipahami bahwa Allah dalam hal ini tidak menyebutkan secara kronologis tentang proses penciptaan perempuan pertama itu. Diktum al-Qur’an, lagi-lagi hanya menyebutkan bahwa “daripadanya, Dia menciptakan pasangannya”. Setidaknya, dalam konteks ini ada tiga hal penting yang memicu polemik di antara para mufassir ketika memahami beberapa ayat di atas, yaitu term nafs wahidah diri yang satu; objek yang ditunjuk dengan kata minha darinya; dan term zaujaha pasangan. Kontroversi disekitar penciptaan perempuan pertama ini setidaknya telah melahirkan dua pola pemahaman yang berbeda secara diametral. Pertama, bahwa Hawa diciptakan dari tulang rusuk Adam. Pengusung pendapat ini antara lain Imam al-Thabari. Menurutnya, yang dimaksud dengan term nafs wahidah yang terdapat dalam QS. Al-Nisa’/4 1, adalah Nabi Adam, sementara term zaujahadiartikan sebagai Hawa. Pendapatnya itu didasarkan pada sebuah riwayat yang berasal dari Qatadah, al-Sadi dan Ibn Ishaq yang menyatakan bahwa Hawa diciptakan Allah dari tulang rusuk Adam sebelah kiri ketika dia sedang al-Thabari di atas diamini mufassir lain seperti al-Alusi dan Ibn Katsir, al-Zamakhsyari, al-Qurtubi, dan juga al-Maraghi. Argumen mereka itu antara lain didasarkan pada sebuh hadis yang diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah sebagai berikut Muhammad Ibn Jarir al-Thabari, Jami’ al-Bayan An Ta’wil Ayi al-Qur’an Beirut Dar al-Fikr, 1988, jilid. IV, 224-225. Ali Geno Berutu, Tafsir al-Misbah Muhammad Quraish Shihab 14 “Saling berpesanlah kalian untuk berbuat baik kepada perempuan, karena mereka diciptakan dari tulang rusuk. Sesungguhnya tulang rusuk yang paling bengkok adalah yang paling atasnya. Kalau engkau luruskan tulang yang bengkok itu, engkau akan mematahkannya, tetapi kalau engkau biarkan, dia akan tetap bengkok. Maka sekali olagi saling berpesanlah kalin untuk berbuat baik kepada perempuan” HR. Bukhari dan Muslim.Kedua, bahwa Hawa tidak diciptakan dari tulang rusuk Adam, melainkan sebagai makhluk yang diciptakan dari jenis jins yang sama dengan Adam. Artinya, Hawa juga diciptakan dari tanah yang merupakan unsur utama dalam penciptaan Adam. Pendapat ini, antara lain dikemukakan oleh Abu Muslim al-Isfahani yang menyatakan bahwa maksud kalimat “wa khalaqa minha zaujaha” pada ayat tersebut adalah bahwa Allah menciptakan Hawa dari jenis yang sama dengan Adam. Pendapat senada juga dikemukakan oleh al-Razi. Dengan mengutip pendapat Isfahani, dia menyatakan bahwa dhamir kata ganti ha pada kata minha dari padanya pada ayat di atas, bukan merujuk pada Adam, melainkan “dari jenis” Adam, yaitu senada juga dikemukakan oleh Muhammad Abduh dan muridnya Muhammad Rashid Ridha. Sedikitnya ada dua alasan mendasar yang dikemukakan Abduh untuk menolak pemahaman yang menyatakan bahwa maksud nafs wahidah dalam ayat tersebut berarti ayat itu diawali dengan kalimat ya ayyuha al-nas wahai sekalian manusia. Artinya, ayat ini ditujukan kepada seluruh umat manusia. Dengan demikian bersifat universal. Sementara itu, Adam tidak diakui secara universal sebagai manusia pertama. Oleh karenanya, pengertian min nafs wdhidah dalam ayat ini, seharusnya juga diakui secara universal. Kedua, jika yang dimaksud dalam ayat tersebut adalah Adam sebagai kata ma’rifah, mengapa lanjutan ayat itu menggunakan bentuk nakirah pada kata rijaldan nisa’ pada kalimat wa bassa minhuma rijalan katsira wa nisa’an? Oleh karena itu, jika memang yang dimaksud dengan nafs wahidah adalah Adam, maka kedua kata itu seharusnya juga diungkapakan dengan bentuk ma’rifah. Gagasan tentang asal-usul perempuan dari jenis yang sama dengan Adam ini juga diikuti oleh para feminis Indonesia. Dengan mengutip Riffat Hassan dan Fatima Mernissi, Zaitunah dalam bukunya, Tafsir Kebencian, mengklaim bahwa pendapat kedualah yang lebih rasional. Menurutnya, kata Adam dalam istilah Shahih Bukhari, Kitab al-Nikah pada bab al-Wushari bi al-Nisa’,hadis nomor 4787, Lihat juga Ibn Katsir, I, 449. Abu Muslim al-Isfahani, Shahih Muslim, Jilid. II, 151. Fakhr al-Din al-Razi, Mafatih al-Ghaib Beirut Dar al-Fikr, 19950, Jilid. V, 168 Muhammad Rasyid Ridha, Tafsir al-Qur’an al-Hakim Tafsir al-Manar Beirut dar al-Fikr, 1973, Jilid. IV, 223-230. Ali Geno Berutu, Tafsir al-Misbah Muhammad Quraish Shihab 15 bahasa Ibrani berarti tanah’ – berasal dari kata Adamah – sebagian besar berfungsi sebagai istilah generik untuk manusia, bukan menyangkut jenis kelamin. Untuk memperkuat pendapatnya ini, dia lalu mengutip QS. Al-Isra’/17 70 dan QS. Al-Tin/ 95 Nasaruddin Umar dalam Argumen Kesetaraan Jender juga berpandangan yang sama. Bahkan ia secara kritis memberikan analisis tentang term nafs dalam al-Qur’an dengan pendekatan linguistik. Menurutnya, term nafs yang terulang 295 kali dalam Al-Quran, dengan pelbagai bentuknya, tidak satu pun yang dengan tegas menunjuk kepada pengertian Adam. Kata nafs, dalam Al-Quran kadang berarti jiwa QS Al-Ma'idah/5 32, nafsu QS. Al-Fajr/89 27, nyawa/roh QS. Al-Ankabut/29 57, dan asal-usul binatang QS. Syura/42 11.Nasruddin Baidan dalam bukunya Tafsir bi Al-Ra'y juga berpandangan yang sama. Bahkan, dengan menggunakan analisis linguistik terhadap term nafs dalam al-Qur’an, dengan tegas dia menyimpulkan bahwa “wanita menurut Al-Quran bukan diciptakan dari tulang rusuk Adam, melainkan dari unsur yang sama dengan Adam, yaitu tanah”.Menanggapi persoalan ini, Quraish Shihab nampaknya memiliki pandangan yang berbeda dengan pandangan sebelumnya. Mungkin Quraish dalam hal ini tidak ingin berpolemik sebagaimana mufassir-mufassir lainnya. Quraish bisa jadi ingin memposisikan dirinya sebagai mufassir yang lebih bersikap moderat ketimbang harus menguatkan pendapat yang satu dan melemahkan pendapat yang lainnya. Dalam Tafsir al-Mishbah, ketika menjelaskan ayat pertama surah al-Nisa’ ini, dia menulis sebagai berikut “Ayat Al-Hujurat memang berbicara tentang asal kejadian manusia yang sama dari seorang ayah dan ibu, yakni sperma ayah dan ovum/indung telur ibu. Tetapi, tekanannya pada persamaan hakikat kemanusiaan orang perorang, karena setiap orang walau berbeda-beda ayah dan ibunya, tetapi unsur dan proses kejadian mereka sama .... Adapun ayat al-Nisa’ ini, maka walaupun ia menjelaskan kesatuan dan kesamaan orang-perorang dari segi hakikat kemanusiaan, tetapi konteksnya untuk menjelaskan banyak dan berkembangbiakannya mereka dari seorang ayah, yakni Adam, dan seorang Ibu, yakni Hawa. Ini dipahami dari pernyataan Allah memperkembang-biakkan laki-laki yang banyak dan perempuan. Ini tentunya baru sesuai jika kata nafs wdhidah dipahami dalam arti ayah manusia seluruhnya Adam AS Nasaruddin Umar, Argumen Kesetaraan Jender Jakarta Paramadina, 1999, 241 Nashruddin Baidah, Tafsir bi al-Ra’y Upaya Penggalian Konsep Wanita dalam al-Qur’an Yogjakarta Pustaka Pelajar, 1999, 8-10. Ali Geno Berutu, Tafsir al-Misbah Muhammad Quraish Shihab 16 dan pasangannya Hawa lahir darinya laki-laki dan perempuan yang banyak. Dari kutipan di atas, jelas bahwa Quraish Shihab memiliki pandangannya sendiri tentang asal-usul kejadian perempuan. Quraish memaknai kata nafs wahidah dalam pengertian “ayah manusia seluruhnya”, yakni Adam dan pasangannya, Hawa. Sebab, dari situlah dimulainya perkembangbiakkan manusia, baik laki-laki dan perempuan. Pemaknaannya itu dia dasarkan pada kesesuaian makna dalam konteks wacana yang dibicarakan di dalam ayat tersebut. Bahkan, ia memandang paham soal asal-usul kejadian perempuan dari tulang rusuk Adam ini bukan sebagai sebab yang sering melahirkan bias gender. Ketika mengutip kritik Rasyid Ridla atas ide keterciptaan Hawa dari tulang rusuk Adam yang diklaim sebagai pengaruh dari Perjanjian Lama Kejadian II 21-22, lebih lanjut Quraish menulis “Perlu dicatat sekali lagi bahwa pasangan Adam itu diciptakan dari tulang rusuk Adam, maka itu bukan berarti bahwa kedudukan wanita-wanita selain Hawa demikian juga, atau lebih rendah dibanding dengan laki-laki. Ini karena semua pria dan wanita anak cucu Adam lahir dari gabungan antara pria dan wanita, sebagai mana bunyi surat Al-Hujurat di atas, dan sebagaimana penegasanNya, "Sebagian kamu dari sebagian yang lain" QS. Ali Imran/3195. Laki-laki lahir dari pasangan pria dan wanita, begitu juga wanita. Karena itu tidak ada perbedaan dari segi kemanusiaan antara keduanya. Kekuatan laki-laki dibutuhkan oleh wanita dan kelemahlembutan wanita didambakan oleh pria. Jarum harus lebih kuat dari kain, dan kain harus lebih lembut dari jarum. Kalau tidak, jarum tidak akan berfungsi, dan kain pun tidak akan terjahit. Dengan berpasangan, akan tercipta pakaian indah, serasi dan terkait dengan penciptaan perempuan pertama dari tulang rusuk Adam itu, Quraish menegaskan bahwa hadis itu harus dipahami secara majazi kiasan. Sebab, jika tidak, lagi-lagi akan memunculkan pemahaman yang keliru, yang kemudian mengesankan bahwa derajat perempuan lebih rendah jika dibandingkan dengan laki-laki. Untuk meluruskan pemahaman terhadap hadis itu, Quraish menulis sebagai berikut Muhammad Quraish Shihab, Tafsiral-Misbah Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an, Vol. II. 314-315. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, Vol. II ..., 316. Ali Geno Berutu, Tafsir al-Misbah Muhammad Quraish Shihab 17 “Tulang rusuk yang bengkok harus dipahami dalam pengertian majazi kiasan, dalam arti bahwa hadis tersebut memperingatkan para lelaki agar menghadapi perempuan dengan bijaksana. Karena ada sifat, karakter, dan kecenderungan mereka yang tidak sama dengan lelaki, hal mana bila tidak disadari akan dapat mengantar kaum lelaki untuk bersikap tidak wajar. Mereka tidak akan mampu mengubah karakter dan sifat bawaan perempuan. Kalaupun mereka berusaha akibatnya akan fatal, sebagaimana fatalnya meluruskan tulang rusuk yang bengkok”.Meskipun Quraish dalam pandangan-pandangannya sangat mengakui kesetaraan antara laki-laki dengan perempuan, karena dia bukan seorang feminis, maka dia juga tidak menolak model pemahaman yang pertama, yang menyatakan bahwa nafs wahidah dalam QS. al-Nisa’/4 1, dimaknai sebagai Adam. Bahkan, Quraish dalam Tafsir al-Misbah, nampaknya lebih cenderung dengan pendapat yang pertama ini. Meskipun demikian, dia tetap berusaha untuk memaknainya secara proporsional tanpa harus merendahkan yang satu dan meninggikan yang lain. Ini dapat dilihat dari pendapat-pendapatnya sebagaimana di atas. Hal yang demikian dapat dimaklumi, sebab Quraish bukanlah seorang feminis atau praktisi jender. Ini akan sangat berbeda sekali dengan para feminis yang sejak awal ingin mengusung ide-ide kesetaraan dan bahkan keadilan jender. Sehingga, pemahamannya tentang masalah ini akan berbeda jauh dengan, misalnya Nasaruddin Umar, Zaitunah, Nasruddin Baidan, dan yang sependapat dengannya. Bahkan Islah, ketika membahas pandangan Quraish tentang hal penciptaan perempuan pertama ini menyimpulkan bahwa “Quraish lebih suka berlindung di balik pendapat ulama yang dirujuknya, dan tidak memperlihatkan pendapatnya sendiri secara tegas”. Menurut Islah, kecenderungan Quraish pada pendapat pertama yang dibarengi dengan pencitraan, setidaknya ada dua alasan pasangan Adam yang diciptakan dari tulang rusuknya, bagi Quraish bukan berarti bahwa kedudukan wanita selain Hawa; lebih rendah ketimbang laki-laki. Semua pria dan wanita anak cucu Adam lahir dari gabungan antara pria dan wanita. Karena itu, tidak ada perbedaan dari segi kemanusiaan antara keduanya. Kedua, kekuatan laki-laki menurut Quraish dibutuhkan oleh wanita dan kelemahlembutan wanita didambakan oleh pria. Dengan metafor antara jarum dan kain, ia menjelaskan bahwa jarum harus lebih kuat dari kain, dan kain harus lebih lembut Muhammad Quraish Shihab, Membumikan al-Qur’an Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat Bandung Mizan, 2002, cet. 23, 271. Islah Gusmian, Khazanah tafsir Indonesia Dari hermeneutika hingga Ideologi Bandung Teraju, 2003, 307-308. Ali Geno Berutu, Tafsir al-Misbah Muhammad Quraish Shihab 18 dari jarum. Kalau tidak, jarum tidak akan berfungsi, dan kain pun tidak akan terjahit. Lebih lanjut Islam menyatakan bahwa Quraish dalam hal ini lebih menyembunyikan problem-problem pokok dari relasi laki-laki-perempuan. Pada alasan pertama, Quraish tidak melihat aspek psikologis dari konstruksi nalar tentang kisah keterciptaan Hawa dari tulang rusuk Adam. Memang, seperti logika yang dia pakai, kita akan mengakui bahwa generasi anak cucu Adam baik laki-laki maupun perempuan lahir dari hasil perkawinan dua jenis manusia laki-laki dan perempuan. Namun, pokok persoalannya tidaklah berhenti pada kesadaran semacam ini. Sebab, kisah keterciptaan Hawa dari tulang rusuk Adam, secara psikologis telah mengonstruksi nalar dan bahkan menjadikan suatu pandangan dunia, bahwa perempuan adalah jenis manusia kelas dua, karena asal-usul keterciptaan Hawa tersebut. Pada alasan kedua, Quraish telah memberikan pencitraan bias gender. Kelembutan perempuan yang dia gambarkan seperti kain, dan kekuatan laki-laki yang dia gambarkan seperti jarum, yang saling membutuhkan, jelas merupakan soal gender. Sebab, kekuatan dan kelembutan bukanlah dua hal yang bersifat kodrati, tetapi lebih sebagai suatu potensi dari hasil konstruksi pencitraan dalam wilayah sosial-budaya. Oleh karena itu, secara seksual, jarum tidaklah identik dengan jenis kelamin laki-laki, dan kain pun juga tidak identik dengan jenis kelamin perempuan. J. Penutup Quraish Shihab banyak menekankan perlunya memahami wahyu Ilahi secara kontekstual dan tidak semata-mata terpaku pada makna tekstual agar pesan-pesan yang terkandung di dalamnya dapat difungsikan dalam kehidupan nyata. Ia juga banyak memotivasi mahasiswanya, khususnya di tingkat pasca sarjana, agar berani menafsirkan al-Qur’an, tetapi dengan tetap berpegang ketat pada kaidah-kaidah tafsir yang sudah dipandang baku. Menurutnya, penafsiran terhadap al-Qur’an tidak akan pernah berakhir. Dari masa ke masa selalu saja muncul penafsiran baru sejalan dengan perkembangan ilmu dan tuntutan kemajuan. Meski begitu ia tetap mengingatkan perlunya sikap teliti dan ekstra hati-hati dalam menafsirkan al-Qur’an sehingga seseorang tidak mudah mengklaim suatu pendapat sebagai pendapat al-Qur’an. Bahkan, menurutnya adalah satu dosa besar bila seseorang mamaksakan pendapatnya atas nama al-Qur’an. Ali Geno Berutu, Tafsir al-Misbah Muhammad Quraish Shihab 19 K. Daftar Pustaka Abdullah, M. Amin. “Kajian Ilmu Kalam di IAIN Menyongsong Perguliran Paradigma Keilmuan Keislaman Pada Era Melenium Ketiga”, al-Jami’ah Journal of Islamic Studies, No. 65, 2000. al-Dhahabi, Muhammad H}usain. al-Tafsi>r wa al Mufassiru>n,vol. 3. Da>r al-Kutub al-Hadi>thah. Al-Farmawy, Abdul Hayy. Metode Tafsir dan Cara Penerapannya. Bandung Pustaka Setia, 2002. al-Munawar, Said Agil Husein. Al-Qur'an Membangun Tradisi Kesalehan Hakiki. Jakarta Ciputat Press, 2002. al-Razi, Fakhr al-Din. Mafatih al-Ghaib. Beirut Dar al-Fikr, 19950, Jilid. V. al-Thabari, Muhammad Ibn Jarir. Jami’ al-Bayan An Ta’wil Ayi al-Qur’an. Beirut Dar al-Fikr, 1988. Baidah, Nashruddin. Tafsir bi al-Ra’y Upaya Penggalian Konsep Wanita dalam al-Qur’an. Yogjakarta Pustaka Pelajar, 1999. Ghafur, Saiful Amin. Profil Para Mufassir al-Qur’an. Yogyakarta Pustaka Insan Madani, 2008. Gusmian, Islah. Khasanah Tafsir Indonesia dari Hermeneutika Hingga Ideologi. Jakarta Teraju, 2003. Iqbal, Muhammad. “Metode Penafsiran al-Qur’an M. Quraish Shihab”, JurnalTSAQAFAH, Vol. 6, No. 2, Oktober 2010. Munawwir, Fajrul. Pendekatan Kajian Tafsir, dalam M. Alfatih Suryadilaga dkk, Metodologi Ilmu Tafsir. Yogyakarta Teras 2005. Raziqin, Badiatul, dkk. 101 Jejak Tokoh Islam Indonesia. Yogyakartae-Nusantara, 2009. Ridha, Muhammad Rasyid. Tafsir al-Qur’an al-Hakim Tafsir al-Manar. Beirut dar al-Fikr, 1973, Jilid. IV. Salim, Abdul Mu’in. Metodologi Ilmu Tafsir. Yogyakarta Teras, 2005. Shahih Bukhari, Kitab al-Nikah pada bab al-Wushari bi al-Nisa’, hadis nomor 4787. Shihab, Alwi Islam Inklusif Menuju Terbuka dalam Beragama. Bandung Mizan,1999. Ali Geno Berutu, Tafsir al-Misbah Muhammad Quraish Shihab 20 Shihab, M. Quraish Membumikan al-Qu’an Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat. Bandung al-Mizan, 2003. Shihab, M. Quraish. Membumikan al-Qur’an. Bandung Mizan, 1994. Shihab, M. al-Qur’an Tafsir Maud}u’i Atas Pelbagai Persoalan Umat. Bandung Mizan, 1996. Shihab, Muhammad Quraish. Lentera Al-Qur’an Kisah dan Hikmah Kehidupan. Bandung Mizan, 2008. Shihab, Muhammad Quraish. Membumikan al-Qur’an Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat. Bandung Mizan, 2002. Shihab, Muhammad Quraish. Tafsiral-Mis}ba>hPesan, Kesan , Keserasian al-Qur’an. Jakarta Pelita Hati, Vol. 15. Shihab, Muhammad Quraish. Tafsiral-Misbah Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an, Vol. II. Umar, Nasaruddin. Argumen Kesetaraan Jender. Jakarta Paramadina, 1999. Wartini, Atik “Corak Penafsiran M. Quraish Shihab Dalam Tafsir Al-Misbah”, Hunafa Jurnal Studia Islamika, Vol. 11, No. 1, Juni 2014. Yunus,Mahmud. Tafsir al-Qur’an al-Karim. PT Hidakarya Agung, 2004. ResearchGate has not been able to resolve any citations for this IqbalNowadays, M. Quraish Shihab is a well known authoritative intellectual ulama of Qur’anic Tafsir in Indonesia and even in South East Asia. Started from his early age, he consistently devotes his life for this field. As the result, all his scientific works are solely based on Quranic studies. From this intensity of works, Quraish then formulates a tafsir method considered relevant to nowadays context. This paper is aimed to explore the method used by Quraish Shihab in Quranic tafsir. His method in Quranic tafsir is mostly mawdhu’I, even though he has finished a complete tafsir book for 30 Quranic sections which is arranged in tahlili. In his maudhu’I interpretation, Quraish prefers an ijtima’I style of tafsir, and considers the importance of linguistic approach. The latter is considered important to make the interpreter not forcing his interpretation outside of linguistic meaning as it will lead to the exploitation of Al-Quran. This linguistic approach is then combined with a view that Al-Quran is a unity and cannot be separated. In addition, Quraish also emphasizes on proportionality munasabah between one verse to another and between one surah to Ilmu Kalam di IAIN Menyongsong Perguliran Paradigma Keilmuan Keislaman Pada Era Melenium KetigaM AbdullahAminAbdullah, M. Amin. "Kajian Ilmu Kalam di IAIN Menyongsong Perguliran Paradigma Keilmuan Keislaman Pada Era Melenium Ketiga", al-Jami'ah Journal of Islamic Studies, No. 65, Tafsir dan Cara Penerapannya. Bandung Pustaka SetiaAbdul Al-FarmawyHayyAl-Farmawy, Abdul Hayy. Metode Tafsir dan Cara Penerapannya. Bandung Pustaka Setia, bi al-Ra'y Upaya Penggalian Konsep Wanita dalam alQur'an. Yogjakarta Pustaka PelajarNashruddin BaidahBaidah, Nashruddin. Tafsir bi al-Ra'y Upaya Penggalian Konsep Wanita dalam alQur'an. Yogjakarta Pustaka Pelajar, Para Mufassir al-Qur'an. Yogyakarta Pustaka Insan MadaniSaiful GhafurAminGhafur, Saiful Amin. Profil Para Mufassir al-Qur'an. Yogyakarta Pustaka Insan Madani, Tafsir Indonesia dari Hermeneutika Hingga IdeologiIslah GusmianGusmian, Islah. Khasanah Tafsir Indonesia dari Hermeneutika Hingga Ideologi. Jakarta Teraju, al-Qur'an al-Hakim Tafsir al-ManarMuhammad RidhaRasyidRidha, Muhammad Rasyid. Tafsir al-Qur'an al-Hakim Tafsir al-Manar. Beirut dar al-Fikr, 1973, Jilid. al-Nikah pada bab al-Wushari bi al-NisaShahih BukhariShahih Bukhari, Kitab al-Nikah pada bab al-Wushari bi al-Nisa', hadis nomor ShihabQuraishShihab, M. Quraish. Membumikan al-Qur'an. Bandung Mizan, al-Qur'an Tafsir Maud} u'i Atas Pelbagai Persoalan UmatM ShihabQuraishShihab, M. al-Qur'an Tafsir Maud} u'i Atas Pelbagai Persoalan Umat. Bandung Mizan, 1996.
KajianTafsir Al-Ma'rifah karya Ustadz Dr. Musthafa Umar, Lc. MA membahas Surat Al-Kahfi Ayat 54-56.وَلَقَدْ صَرَّفْنَا فِيْ هٰذَا الْقُرْاٰنِ Ghirah mempelajari tafsir Qur’an bagi umat Islam sangat mengembirakan. Hal itu terlihat antusias umat mengikuti siaran saur bersama M. Quraish Shihab di Metro TV pada Ramadhan 1428 H. Namun ketika penulis membaca Tafsir Al-Misbah ternyata tidak sedikit penafsir merujuk pada Tafsir Al-Mizan. Oleh karena itu penelitian ini bermaksud untuk menjawab permasalahan sejauhmana pengaruh penafsiran Thaba’i Thaba’i terhadap tafsir Al-Misbah karya Muhammad Quraish Shihab? Untuk memecahkan masalah tersebut peneliti menggunakan metode analisis deskriptif kualitatif dengan objek pembahasan tafsir Al-Misbah volume 8 surat Al-Kahfi karya Muhammad Quraish Shihab. Diantara hasil temuan penelitian ini bahwa di dalam tafsir Al-Misbah vol. 8 surat al-Kahfi pembahasannya banyak merujuk pada pandangan mufassir Syiah dari Iran Thaba’ Thaba’i. Banyaknya kutipan dari penafsiran Thaba’ Thaba’i dalam tafsir Al- Misbah menunjukkan adanya kesesuaian pandangan antara M. Quraish Shihab dengan pandangan Thaba’ Thaba’i pengarang tafsir Al-Mizan. Dan hal ini menunjukkan pula bahwa tafsir Al-Mizan adalah tafsir Qur’an yang dianggap paling memadai untuk memahami Al-Qur’an masa kini. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free Waharjani, “Pengaruh Penafsiran Thaba’ Thaba’i Terhadap Tafsir Al-Mishbah” 51PENGARUH PENAFSIRAN THABA’ THABA’ITERHADAP TAFSIR AL-MISBAH KARYAMUHAMMAD QURAISH SHIHABWaharjaniFakultas Tarbiyah dan Dirasat Islamiyah Universitas Ahmad DahlanAbstrakGhirah mempelajari tafsir Qur’an bagi umat Islam sangatmengembirakan. Hal itu terlihat antusias umat mengikuti siaran saurbersama M. Quraish Shihab di Metro TV pada Ramadhan 1428 ketika penulis membaca Tafsir Al-Misbah ternyata tidak sedikitpenafsir merujuk pada Tafsir Al-Mizan. Oleh karena itu penelitian inibermaksud untuk menjawab permasalahan sejauhmana pengaruhpenafsiran Thaba’i Thaba’i terhadap tafsir Al-Misbah karyaMuhammad Quraish Shihab? Untuk memecahkan masalah tersebutpeneliti menggunakan metode analisis deskriptif kualitatif dengan objekpembahasan tafsir Al-Misbah volume 8 surat Al-Kahfi karyaMuhammad Quraish Shihab. Diantara hasil temuan penelitian inibahwa di dalam tafsir Al-Misbah vol. 8 surat al-Kahfi pembahasannyabanyak merujuk pada pandangan mufassir Syiah dari Iran Thaba’Thaba’i. Banyaknya kutipan dari penafsiran Thaba’ Thaba’i dalamtafsir Al- Misbah menunjukkan adanya kesesuaian pandangan antaraM. Quraish Shihab dengan pandangan Thaba’ Thaba’i pengarangtafsir Al-Mizan. Dan hal ini menunjukkan pula bahwa tafsir Al-Mizanadalah tafsir Qur’an yang dianggap paling memadai untuk memahamiAl-Qur’an masa Kunci Thaba’ Thaba’i, Al-MisbahLatar BelakangSejak Al-Qur’an diturunkan usaha untuk mengkaji, memahami danmenyampaikan telah dilakukannya. Hingga kini sejarah perjalanan Tafsir Al-51 Qur’an telah melibatkan beberapa tokoh mufassir yang berbeda pemikirandan saat Al-Qur’an diturunkan, Rasulullah Saw. yang berfungsi sebagaimubayyin pemberi penjelas, menjelaskari kepada sahabat-sahabatnya tentangarti dan kandungan Al-Qur’an khususnya menyangkut ayat yang tidak dipahami,atau samar artinya. Keadaan ini berlangsung hingga wafatnya Rasulullah Saw.,walaupun harus diakui bahwa penjelasan tersebut tidak semua kita ketahuiakibat tidak sampainyariwayat-riwayat tentangnya atau karena memang RasulSaw, sendiri tidak menjelaskan semua kandungan Al-Qur’ ketahui bahwa pada masa Rasul Saw, para sahabat menanyakanpersoalan-persoaIan yang tidak jelas dan tidak dimengerti dari Al-Qur’ankepada beliau secara langsung. Akan tetapi setelah wafatnya, para sahabatmencoba melakukan ijtihad yang tentunya itu dilakukan khususnya bagi merekayang mempunyai kemampuan semacam Ali bin Abi Thalib, Ibnu Abbas,Ubaybin Ka’ab dan Ibnu Mas’ mulanya usaha penafsiran ayat-ayat Al-Qur’an berdasarkan ijtihadmasih sangat terbatas dan terikat dengan kitab-kitab bahasa serta arti-artiyang terkandung oleh satu kosa kata. Namun sejalan dengan lajuperkembangan masyarakat,berkembang dan bertambah besar pula posisiperanan akal atau ijtihad dalam penafsiran ayat-ayat al-Qur’an, sehinggabermuncullah berbagai kitab atau penafsiran yang beraneka ragam tersebut ditentang pula oleh al-Qur’an yang keadaannya masihdikatakan oleh Abdullah Darruz dalam al-Naba al- Adzim bagai irisan yangsetiap sudutnya tnemancarkan cahaya yang berbeda dengan apa yangdipancarkan dari sudut-sudut yang lain, dan tidak rnustahil jika andamempersilahkan orang lain memandangnya, maka ia akan melihat lebih banyakdari apa yang anda metode penafsiran yang dikembangkan. Quraish Shihab ini Nampakjelas kehati-hatiannya yang sengaja dipatok agar dapat membiarkan Al-Qur’anberbicara mengenai dirinya sendiri, dan agar kitab suci itu dipahami sebagaimanaorang-orang Arab pada masa kehidupan nabi Muhammad bahwa pendekatan yang diusulkan - oleh Quraish Shihab adamerupakan terobosan barn dalam metode tafsir AI-Qur’an. Walaupun berdasarkanaturan-aturan penafsiran klasik tidak diragukan lagi, metode ini telah menghadirkansuasana kesegaran barn daIam bidang tafsir AI-Qur’an di masa modem ini. Namun1. Ahmad Musthafa Hadna, Problematika Penafsiran Al-Qur an, Penerbit Pustaka DimasSemarang, cet. Thn. 1993 6552 AL-MISBAH, Volume 05 No. 1 Januari-Juni 2017 Waharjani, “Pengaruh Penafsiran Thaba’ Thaba’i Terhadap Tafsir Al-Mishbah” 53demikian, sepanjang penelusuran penulis tidak sedikit penafsiran yang menekankanpada aspek bahasa dan linguistik serta aspek lain yang dilakukan oleh QuraishShihab ini mendapat pengaruh dari Thaba’ Thaba’ Thaba’i adalah seorang mufassir, intelektual muslim Iran. Bukunyamengenai tafsir Qur’an adalah Tafsir al-Mizan sejumlah 17 jilid. Thaba’ Thaba’itelah menancapkan pengaruh luas di kalangan banyak intelektual Islam di metode yang digunakan oIeh Thaba’ Thaba’i adalah metodesemantik yaitu menampilkan beberapa pendapat ulama tentang kedudukansurattersebut jika ada perbedaan pendapat. Kemudian mengambil satu persatu kalimat yang mulai ditafsirkannya dengan pendekatan bahasa dengan tetapmengacu pada beberapa ulama seperti Zamakhsyari, Abu Hayyan, Al-Razi,An-Naisaburi dan metode penafsiran Thaba’ Thaba’i ini mungkin merupakancermin pemikiran Syi’ah, dalam penafsirannya ini menggunakan pendekatantahlili. Dengan pendekatan ini, ia berusaha menemukan makna awal atau aslisuatu bahasa untuk menemukan makna Qur’ an yang sesungguhnya. Yangdirujuk tentu bukan makna dari luar Al-Qur’ latar belakang masalah di atas, maka penulis mengangkatpengaruh penafsiran Thaba’ Thaba’i sebagai bahan kajian, karena dalamkeberadaanya antaraTafsir Al-Mizan dan Tafsir Al-Misbah karya MuhammadQuraish Shihab memiliki kesamaan dalam beberapa hal diantaranyamenggunakan pendekatan analisis untuk menjelaskan suatu kata dan ayat sertasurat dalam Al-Qur’ an. Bahkan dalam tafsir Al-Misbah banyak merujukpenafsirannya pada pandangan tafsimya Thaba’ Thaba’ benarkah M. QuraishShihab banyak dipengaruhi di dalam penafsiran al-Qur’an terutama dalamkarya tafsimya MasalahBerdasarkan pada uraian latar belakang masalah di atas, maka persoalanpokok dalam penelitian ini adalah Sejauhmana pengaruh penafsiran Thaba’Thaba’i terhadap tafsir Al-Misbah karya Muhamrnad Quraish Shihab dalamsurat Al-kahfi?Tujuan dan kontribusi PenelitianBerdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian adalahuntuk mengetahui pengaruh penafsiran Thaba’ Thaba’i terhadap Al-Misbah karya Muhammad Quraish Shihab. Penelitian ini diharapkan memberikankegunaan Pengembangan penelitian Tafsir Al-Qur’an terutama, tentang tema-tema kajian tafsir Qur’an di program studi Tafsir PustakaSecara obyektif otensitas Al-Qur’ an dapat dipertanggun jawabkan sejakmasa Nabi Muhammad Saw, hingga menjadi mushaf, semua ayat-ayat Al-Qur’an diriwayatkan secara dipastikan, Al-Qur’an yang sampai kepada kita dijamin tidak adapenambahan, pengurangan maupun perubahan. Oleh karena, seluruh ayat Al-Qur’an dari syubut ketetapan-Nya bersifat qathi. Berbeda dengan syubut-Nya, tidak semua Al-Qur’an bersifat qath i qath’i ad-dalalah, ada pulayang zhanni zhanni ad-dalalah, realitas inilah yang dijelaskan oIeh firmanAllah Swt daIam Al-Qur’ an surat Ali Imran ayat diantara peneliti yang membahas tentang tafsir Al-Qur’an adalahM. Quraish Shihab, ia menjelaskan bahwa Al-Qur’ an merupakan buktikebenaran Nabi Muhammad Saw, sekaligus sebagai petunjuk umat manusiakapan dan dimanapun, memiliki berbagai keistimewaan. Keistimewaan tersebutantara lain, susunan bahasanya yang unik. Hanya saja Quraish Shihab2 penafsiran Al-Qur’an yang unik itu, sedangkan Abdul Hayyi Al-Farmawi dalam bukunya al-Bidayah Fit-Tafsir AI-Maudhu’i3dalam bukunyamembahas tentang metode penafsiran tertentu, semisal metode tafsir tematik,ia hanya menjeIaskan bagaimana cara penafsiran Al-Qur’ an secara tematikyang dipaparkan dalam bukunya tersebut namun ia tidak menjabarkan secarakhusus tafsir Al-Qur’ M. Baqr Ash-Shadr daIam bukunya yang berjuduISejarahdalam perspektij Al-Qur’an4menjelaskan bahwa semua sejarahpenciptaan baik yang ada di burni maupun yang ada di Iangit maupun yangterjadi baik di lautan maupun di daratan, semua itu sudah ada dalam sejarah isikandungan Al-Qur’ an. Akan tetapi Baqir lebih fokus menjabarkan tentangsejarah yang terkandung dalam isi ayat Al-Qur’ Majid Abdussalam Al-Muhtasyib dalam bukunya “visi dan2. M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an, Bandung Mizan, 1999 753. Abdul Hayyi Al-Farawi,Al-Bidayah Fit-Tafsir Al-Qur’ Abdul Majid Abdussalam al-Muhthasyib, Visi dan Patadigma Tafsir Al-Qur anKontemporer, terjemahan Moh. Maghfur machid, Bangil, Al-Izzah, AL-MISBAH, Volume 05 No. 1 Januari-Juni 2017 Waharjani, “Pengaruh Penafsiran Thaba’ Thaba’i Terhadap Tafsir Al-Mishbah” 55paradigma Tafsir Al-Qur’an Kontemporer.?” menjelaskan tentang penafsiranAl-Qur’an yang lebih kontemporer di masyarakat luas khususnya umat Islam,dalam rangka bisa mewarnai ilmu-ilmu di bidang tafsir Al-Qur’an, sampaisekarang banyak diperbincangkan oleh kaum intelektual dalam’ menghadapipersoalan para muffasir dalam menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an. Namun AbdulMajid lebih memfokuskan persoalan yang lebih penting dalam kehidupanmanusia khususnya, dan pengenalan pemikiran para mufassir kontemporeryang ia jelaskan dalam bukunya Abdul Mustaqim dalam bukunya yang berjudul Mazahibut Tafsirmenjelaskan dalam bukunya tentang metodologi penafsiran Al-Qur’an darimasa klasik hingga kontemporer5 yang dilakukan oleh para mufassir dalammencari makna-makna yang lebih jelas untuk disajikan kepada masyarakatluas dalam mengartikulasikan makna-makna isi kandungan dalam Al-Qur’ dari pelacakan di atas, menurut hemat penulis belum ada penelitiyang menganalisis tentang pengaruh penafsiran Thaba’ Thaba’i terhadap tafsirAl-Misbah karya M. Quraish Shihab dengan harapan bahwa penelitian inimampu memadukan berbagai pola pikir yang beragam dan memberikantambahan Penelitian1. Obyek penelitianPenelitian pustaka ini mengambil obyek Tafsir al-Misbah, volume 8 suratAl-Kahfi karya M. Quraish Shihab dan karya Allamah Thaba’ Thaba’i seorangahli tafsir terkemuka syi’ah “terurama dalam karyanya Tafsir al-Mizan dankaryanya yang lain sebagai pendukung Metode Analisis Data dan KerjanyaPertama, Tafsir Al-Misbah yang dipilih dan menentukan surat yang akandianalisis, setelah mengkaji, maka peneliti menentukan surat yang dikaji, yaknisurat surat. al-Kahfi dikelompokkan menjadi beberapa kelompok ayatdan masing-masing diberi judul/ meneliti tafsiran al-Misbah yang mengambil rujukannya padaThaba’ Thaba’i dari kata kunci yang terdapat dalam ayat. Pada tahap ini5. Abdul Mustaqim, Madzahibut Tafsir, Yogyakarta Nun Pustaka Yogyakarta, 2003 peneliti tidak lepas dari komparasi dari rujukan lain yang memang mendeskripsikan semua tafsiran al-Misbah yang merujuk padaThaba’ Thaba’ i dan tafsiran pada mufassir proses penyimpulan dari pengambilan Tafsir al-Misbah terhadappendapat tafsir Thaba’ Thaba’i yang merupakan pengaruh dalam Karya-karya M Quraish Shihab dan ReputasinyaKeaktifan M. Quraish Shihab dalam wacana Intelektual, memang patutdiacungi jempol. Sampai saat ini, dikemukakan puluhan buah pena yangdigerakannya menghiasi ruangan perpustakaan di negeri sendiri ini tidak kalahpentingnya ia juga aktif dalam menulis rubric “Pelita Hati”, di majalah amanahmengasuh rubrik “Tafsir Al-Amanah”, kemudian di harian umum Republikasetiap hari jum’ at mengasuh rubrik M. Quraish Shihab menjawab. Selain itu,ia juga tercatat sebagai anggota dewan redaksi majalah ulumul Qur’an danmimbar ulama. Keduanya terbit di Jakarta. Di media elektronika, yangditayangkan pada bulan suci ramadhan sebulan penuh dengan melontarkankajian tafisimya di RCTI dan stasiun-stasiun TV swasta M. Quraish Shihab dalam bidang tafsir tentunya tidak terlepasdari dukungan motivasi keluarga, belaian sayang istri tercinta Fatmawati yangselalu mendampingi dalam mengarungi bahtera kebidupan rumah tangganya,demikian dengan keempat orang putrinya, Nujela Shihab, Najwa Shihab,Nasywa Shihab, Nahla Shihab dan seorang putra Ahmad Shihab yang merekabina, dan kesemuanya turut andil dalam menempuh semangat untuk buah pena yang menghiasai perpustakaan di negeri ini adalahsebagai Mahkota Tuntunan Ilahi; Tafsir Surah al-Fatihah Jakarta Untagama,1998.b. Membumikan AI-Qur an fungsi dan peranan wahyu dalamkehidupancmasyarakat Bandung Mizan, 1992.6. Aninomos, Ensiklopedi Tematis Dunia Islam, Jakarta Ichtiar Barn Van Hoeve, Juz 5, 20022057. Ibid56 AL-MISBAH, Volume 05 No. 1 Januari-Juni 2017 Waharjani, “Pengaruh Penafsiran Thaba’ Thaba’i Terhadap Tafsir Al-Mishbah” 57c. Tafsir al-Amanah Jakarta Pustaka Kartini, 1992d. Lentera Hati Kisah dan Hikmah Kehidupan Bandung Mizan, 1994.e. Untaian Permata Buat Anakku pesan Al-Qur’an untuk mempelaiBandung Al-Bayan, 1995.f. Mu jizat Al-Qur an ditinjau dari Aspek Kebahasaan, Isyarat Ilmiah,dan pemberitaan Ghaib Bandung Mizan, 1997g. Tafsir AI-Qur an Al-Karim atau surat-surat pendek berdasarkan urutanturunnya wahyu Bandung Pustaka Hidayah, 1997.h. Hidangan Ayat-ayat Tahlil Jakarta Lentera Hati, 1997i. Sahur Bersama Muhammad Quraisb Shihab Bandung Mizan, 1997.j. Haji Bersama Muhammad Quraisb Shihab Bandung Mizan, 1998k. Menyingkap Tabir Ilahi, Asmaul Husna dalam perpektif Al-Qur’anJakarta Lentera hati, 1998.l. Sejarah dan Ulumul Qur’anJlakarta Pustaka Firdaus 1999m. Fatwa-fatwa Seputar Ibadah Mahdhak Bandung Mizan, 1999m. Fatwa-fatwa Seputar Ak-Qur an dan Hadits Bandung Mizan, 1999n. Fatwa-fatwa Seputar Ibadah dan Muamalah Bandung Mizan, 1999o. Fatwa-fatwa Seputar Wawasan Agama Bandung Mizan, 1999p. Fatwa-fatwa Seputar Tafsir Al-Qur’an Bandung Mizan, 1999q. Menuju Haji Mabrur Jakarta Pustaka Zaman, 1999.r. Tafsir Al-Misbah Pesan Kesan dan Keserasian Al-Qur’an JakartaLentera Hati, 2000.8Sosok M. Quraish Shihab jika diposisikan dalam konteks sosial keagamaandi Indonesia bagaikan “The Living Encyclopedia Of The Qur’an”.9Kemanapunia hadir dan menyampaikan ceramah ataupun mengikuti seminar-seminar, makareferensi dan sentuhan spirit Al-Qur’an seIalu mengalir dari dirinya. Karena iaselalu merasakan gejolak dan kegelisahan intelektual, sehingga bisa dikatakanbahwa proses kematangan akademis dan intelektualnya tidak pernah berhenti,disamping itu ia dibadapkan dengan persoalan-persoalan baru yang harusdijawab. Situasi demikian yang membuat M. Quraish Shihab selalu belajardan mengajar. Baginya belajar yang baik dan efektif adalah ketika ia banyakterlibat dalam forum-forum keilmuan di luar komunitas intelektual Aninomos, Ibid. 2089. Ibid. Keterlibatannya yang sangat intens sebagai nara sumber ahli di lembaga-lembaga yang cukup prestisius semacam MUI, ICMI dan lain-lainnya telahmenunjukkan prestasinya. Sebagaipribadi yang diterima di kalangan masyarakat luas dan sekaligus selaludiperhitungkan kehadirannya, melalui lisan dan tulisannya wacana seputar Al-Qur’ an menjadi dialogis. Hidup dan mencerahkan, seakan-akan ayat Al-Qur’an itu baru saja turun untuk merespon persoalan-persoalan kontemporer yangmuncul di tengah-tengah Pengelompokkan surat al-Kahfi berdasarkan temaSurat al-kahfi dapat dikelompokkan dalam beberapa tema, diantaranyaNo Kelompok Ayat Terna 1. 1 sampai dengan 8 Ancaman terhadap kepercayaan Tuhan punya anak 2. 9 sampai dengan 26 Kisah Ash-Habul Kahfi 3. 27 sampai dengan 59 Petunjuk-petunjuk tentang dakwah 27 sampai dengan 31 a. Teguran kepada nabi, agar jangan mementingkanorang-orang terkemuka saja dalam berdakwah 32 sampai dengan 46 b. Tamsil kehidupan dunia dan orang-orang yang tertippadanya. 47 sampai dengan 53 c. Beberapa kejadian pada hari kiamat dan kedurhakaaniblis 54 sampai dengan 59 d. Akibat tidak mengindahkan peringatan-eringataAllah Swt. 4 60 sampai dengan 82 Nabi musa mencari ilmu 60 sampai dengan 70 Nabi Musa bertemu dengan Nabi khidzir 71 sampai dengan 73 Khidzir membocorkan perahu 74 sampai dengan 76 Khidzir membunuh seorang anak 77 Khidzir membetulkan dinding rumah 78 sampai dengan 82 Hikmah-hikmah dari perbuatan Khidzir 5 83 sampai dengan 101 Dzulqarnain dengan Ya'juj dan Ma'juj 6 102 sampai dengan 108 Azab bagi orang-orang musyrik dan pahala bagi orang-oran mukmin 7 109 sampai dengan 110 Luasnya ilmu Allah tidak terhingga Dari pengelompokkan fersebut, M. Quraish Shihab dalam menafsirkansurat al-kahfi dalam tafsirnya al-Misbah, merujuk banyak muffasir dan ahlidengan jumlah pengambilan kutipan sebagai berikut58 AL-MISBAH, Volume 05 No. 1 Januari-Juni 2017 Waharjani, “Pengaruh Penafsiran Thaba’ Thaba’i Terhadap Tafsir Al-Mishbah” 593. Data Mufassir yang menjadi rujukan tafsir al-Misbah vol 8. Suratal-KahfiKeterangan Angka pada kolom jumlah pengambilan kutipan di atas adalah dihitungberdasarkan banyaknya nama yang dikutip dalam tafsir al-Misbah, volume 8surat berdasarkan data di atas, maka M. Quraish Shihab dalam tafsirnyaal-Misbah banyak mengambil penafsiran Thaba- Thaba’i sebagai rujukantafsimya. Pengambilan penafsiran dalam al-Misbah dapat dibuktikan dalamuraiannya saat menafsirkan surat al-Kahfi dengan sampel ayat sebagai berikuta. Surat al-Kahfi, ayat 9 Tentang Letak Gua al-KahfiThaba-Thaba’i menyebut lima tempat dimana terdapat gua didugaorang sebagai gua ashhab di Epius atau Epsus, satu kota tua di Turki, sekitar 73 kmdari kota Izmir dan berada di suatu gunung di desa Ayasuluk. Gua iniberukuran sekitar satu kilometer. lni popular sebagai gua Ashhab al-Kahfdi kalangan umat Nasrani dan sebagian umat Islam. Tetapi tidak ada bekasmasjid atau rumah peribadatan sekitarnya, padahal al-Qur’an menjelaskanbahwa sebuah masjid dibangun di lokasi itu. Arahnya pun tidak sesuaidengan apa yang dilukiskan oIeh Al-Qur’an. Al-Qur’an meIukiskan bahwamatabari bersinarpada saat terbitnya di arah kanan gua dan ketika terbenamdi arah kirinya, dan ini berarti pintu gua harus berada di arah selatan, padabalpintu gua itu tidak Nama Mufassir / Ahli Jumlah pengambilan Kutipan 1. Thahir ibn 'Asyur 25 2. Thaba'Thaba'i 57 3. Sayyid Quthub 10 4. Imam Al-Ghazali 1 5. Al-Biqa'i 17 6. Az-Zamakhsyari 4 7. Rafiq Wafa' ad-Dajani 1 8. Ar-Razi 2 9. Sementara Ulama 1 10. Mufassir Tafsir Hasyiat al-J amal 1 11. Mufassir Tafsir al-Muntakhab 1 Kedua, gua di Qasium dekat kota ash-Shalihiyyah di Gua al-Batra di gua yang katanya ditemukan di salah satu wilayah diIskandinavia. Konon di sana ditemukan tujuh mayat manusia yang tidakrusak bercirikan orang-orang Romawi dan diduga merekalah Ashhab Gua Rajib, yang berIokasi sekitar delapan kilometer dari kotaAmman, ibukota Kerajaan Y ordania, di satu desa bernama Rajib. Guaitu berada di suatu bukit, dimana ditemukan satu batu besar yang berlubangpada puncak selatan bukit itu. Pinggirannya di bagian timur dan barat terbukasehingga cahaya matahari dapat masuk ke dalam gua. Pintu gua berhadapandengan arah selatan. Di dalam gua terdapat batu peti mayat yang digunakanorang Nasrani dengan ciri masa Byzantium dan mata uang serta peninggalan-peninggalan yang menunjukkan bahwa tempat itu dibangun pada masaJustiunus 418 - 427 M dan beberapa peninggalan lain. Tempat peribadatanitu diubah dan dialihkan menjadi masjid dengan menara dan mihrab ketikakaum muslimin menguasai daerah itu. Di lokasi depan pintu gua ada jugabekas-bekas bangunan masjid yang lain yang kelihatannya dibangun diatas puinffi-puing gereja Romawi, sebagaimana halnya masjid yang beradadi atas Pengusa yang menindas pemuda As-habul KahfiPenindasan yang dilakukan oleh penguasa zaman pemuda-pemuda itudiperkirakan terjadi pada masa Tarajan 98 - 117 M, dan penguasa yangmemerintab pada saat pemuda-pemuda itu bangun dari tidurnya adalahTheodosius 408 - 450 M yang disepakati oleh pakar-pakar sejarah,baik muslim maupun Kristen, sebagai raja yang bijaksana. Nab, kalau kitamenjadikan pertengahan masa pemerintaban Theodosius sebagai akhirmasa tidur Penghuni Gua itu, katakanlah tabun 421 M., dan ini dikurangi309 tabunyaitu masa tertidur pemuda-pemuda itu, maka itu berarti merekamulai tertidur sekitar tabun 112 M., yaitu pertengahan masa pemerintabanTarajan yang pada tabun yang sama menetapkan babwa setiap orangKristen yang menolak menyembah dewa-dewa, dinilai sebagai pengkhianatdan diancam dengan hukuman mati. Demikian kesimpulan Thaba’ Thaba’ M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Jakarta, Lentera Hati, Cet. 12002, vol. 8 17-1811. Ibid. AL-MISBAH, Volume 05 No. 1 Januari-Juni 2017 Waharjani, “Pengaruh Penafsiran Thaba’ Thaba’i Terhadap Tafsir Al-Mishbah” 61c. Ayat 60-61 Surat al-KahfiThaba’ Thaba’i menilai bahwa kumpulan ayat-ayat ini merupakan kisahkeempat yang menyusul perintah bersabar melaksanakan dakwah padaawal surah ini. Ulama ini menu lis bahwa setiap hal yang bersifat lahiriahpasti adapula sisi batiniahnya. Kesibukan orang-orang kafir dengan hiasanduniawi adalah kesenangan sementara, karena itu hendaknya NabiMuhammad saw. tidak merasa sedih dan berat hati melihat sikap kaummusyrikin itu, karena di balik hal-hal lahiriah yang mereka peragakan itu,ada hal-hal batiniah yang berada di luar kuasa Nabi saw. dan kuasa mereka,yaitu kekuasaan Allah swt. Dengan demikian, .pemaparan dan peringatanyang dikandung oleh ayat-ayat yang menguraikan kisah Nabi Musa hamba Allah yang saleh itu bertujuan mengisyaratkan bahwa kejadiandan peristiwa-peristiwa yang berjalan sebagaimana yang terlihat, memilikitakwiI, yakni ada makna lain di balik yang tersurat itu. Makna tersebutakan nampak apabila tiba waktunya. Bagi para rasul yang ditolak risalahnyaoleh umatnya, waktu tersebut tiba pada saat umatnya “ terbangun “ daritidur yang melengahkan mereka, dan ketika mereka dibangkitkan darikubur. Nah, ketika itu, mereka akan berkata, “sungguh rasul-rasul Tuhankami memanf telah datang membawa kebenaran,” demikian lebih kurangThaba’ Thaba’ pembahasan di atas dapatlah penulis menyimpulkan bahwadi dalam Tafsir Al-Misbah volume 8 surat al-Kahfi pembahasan tafsir tersebutbanyak merujuk pada pandangan Mufassir Syiah dari Iran Thaba’ Thab’ kutipan dari penafsir Thaba’ Thaba’i dalam tafsir Al-Misbahmenunjukkan adanya kesesuaian pandangan antara M. Quraish Shihab denganpandangan Thaba’ Thaba’i pengarang tafsir Al-Mizan dan hasil itu menunjukkanpuIa bahwa Tafsir al-Mizan adalah tafsir Qur’an yang dianggap palingmemadai untuk memahami al-Qur’ an masa kini. Berangkat dari peneitlian iniselanjuthnya pembaca dapat melanjutkan pandangan Thaba’ Thab’i padavolume dan surat yang lain dalam Tafsir al-Misbah, sehingga akan lebih tahu“kewibawaan” tafsir Ibid. 88. Daftar PustakaAbdul Mustaqim, 2003, Madzahibut Tafsir, Yogyakarta Nun PustakaYogyakartaAl- Farnawi Abdul Hayyi, 1977, Al-Bidayah Fit-Tafsir Al-Qur’an, Mesir Mathba’ah al- Hadharah al- ArabiyyahAl-Muhyasyib Abdussalam Abdul Majid, 1977, Visi dan Paradigma TafsirAl-Qur’an Kontemporer, terjemah Moh. Maghfur Wachid, BangilAl-IzzahAnwar, Rosihan, 2001, Samudra Al-Qur’an, Bandung CV. Pustaka SetiaBudi Munawar Rahman, 1995, Kontekstualisasi Islam dalam Sejarah,Jakarta ParamindanaAshdr M. Baqr, 1993, Sejarah dalam Perspektif Al-Qur’an, Jakarta PustakaHidayah Raji, Ismail, 1999. Seni Tauhid, Yogyakarta BentangHadna AhmadMustafa, 1995, Problematika Menafsirkan Al-Qur’an,Semarang DimasMuhammad Arkoun, 1998, Kajian Kontemporer AI-Qur an, terj., BandungPustakaRaji’, Ismail, 1999, Seni Tauhid, Yogyakarta BentangShihab, Muhammad Quraish, 1992, Al-Qur an dan Sejarah Ulumul Quran, Yogyakarta LKIS________1999, Membumikan Al-Qur’an, Bandung Mizan________1999, Fatwa-fatwa Seputar Tafsir Al-Qur’an, Bandung Mizan________2005, Tafsir Al-Misbah, Lentera, JakartaSyarbashi, Ahmad, 1996, Al-Qur an Al-Karim, terjemahan Ghazali Mukti,Yogyakarta AbabilThaba’Thaba’i, 1986, Tafsir Al-Mizan, Dar Al-Fikr, AL-MISBAH, Volume 05 No. 1 Januari-Juni 2017 Abdul MustaqimAbdul Mustaqim, 2003, Madzahibut Tafsir, Yogyakarta Nun Pustaka YogyakartaSejarah dalam Perspektif Al-Qur'an, Jakarta Pustaka Hidayah Raji, IsmailM AshdrBaqrAshdr M. Baqr, 1993, Sejarah dalam Perspektif Al-Qur'an, Jakarta Pustaka Hidayah Raji, Ismail, 1999. Seni Tauhid, Yogyakarta Bentang Hadna AhmadMustafa, 1995, Problematika Menafsirkan Al-Qur'an, Semarang DimasThaba'thaba'iThaba'Thaba'i, 1986, Tafsir Al-Mizan, Dar Al-Fikr, Teheran.
SuratAl-Kahf Ayat 67. Tafsir Quraish Shihab Diskusi (Dia menjawab, "Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sanggup sabar bersamaku"). Orang itu berkata, "Kamu tidak akan sabar menemani aku." Anda harus
Tafsir Al Qur’an Surat Al Kahfi Ayat yang ke 60, 61, 62, 63, 64, 65, 66, 67, 68, 69, 70, 71, 72, 73, dan tentang kisah Nabi Musa beserta muridnya untuk mencari orang yang lebih dalam ilmunya; Nabi Khidir. Tindakan-tindakan Nabi Khidir ketika bersama Nabi Musa mencabuti papan dan melubangi perahu sehingga penumpangnya tenggelam, membunuh anak kecil, dan menegakkan dinding yang hampir roboh. Lalu menerangkan juga tentang faedah dan hikmah dari cerita Musa dan Khidir Khidir biasa disebut juga dengan Khadir atau Khaidhir adalah Nabi misterius yang mengajarkan ilmu dan kebijaksanaan kepada Nabi Musa. Baca juga Tafsir Al Kahfi Ayat 47-59 Ayat 60-64 Kisah Nabi Musa alaihis salam bersama Khidir, dan di sana terdapat keutamaan mengadakan perjalanan jauh untuk mencari ilmu serta memikul kesulitannya serta bersikap tawadhu’ ketika berbicara dengan para ulama. وَإِذْ قَالَ مُوسَى لِفَتَاهُ لا أَبْرَحُ حَتَّى أَبْلُغَ مَجْمَعَ الْبَحْرَيْنِ أَوْ أَمْضِيَ حُقُبًا ٦٠ فَلَمَّا بَلَغَا مَجْمَعَ بَيْنِهِمَا نَسِيَا حُوتَهُمَا فَاتَّخَذَ سَبِيلَهُ فِي الْبَحْرِ سَرَبًا ٦١ فَلَمَّا جَاوَزَا قَالَ لِفَتَاهُ آتِنَا غَدَاءَنَا لَقَدْ لَقِينَا مِنْ سَفَرِنَا هَذَا نَصَبًا ٦٢ قَالَ أَرَأَيْتَ إِذْ أَوَيْنَا إِلَى الصَّخْرَةِ فَإِنِّي نَسِيتُ الْحُوتَ وَمَا أَنْسَانِيهُ إِلا الشَّيْطَانُ أَنْ أَذْكُرَهُ وَاتَّخَذَ سَبِيلَهُ فِي الْبَحْرِ عَجَبًا ٦٣قَالَ ذَلِكَ مَا كُنَّا نَبْغِ فَارْتَدَّا عَلَى آثَارِهِمَا قَصَصًا ٦٤ Terjemah Surat Al Kahfi Ayat 60-64 60. [1]Dan ingatlah ketika Musa berkata kepada muridnya[2], “Aku tidak akan berhenti berjalan sebelum sampai ke pertemuan dua laut[3]; atau aku akan berjalan terus sampai bertahun-tahun.” 61. Maka ketika mereka sampai ke pertemuan dua laut itu, mereka lupa ikannya[4], lalu ikan itu melompat mengambil jalannya ke laut itu. 62. Maka ketika mereka telah melewati tempat itu, Musa berkata kepada muridnya, “Bawalah kemari makanan kita; sungguh kita telah merasa letih karena perjalanan kita ini.” 63. Muridnya menjawab, “Tahukah engkau ketika kita mecari tempat berlindung di batu tadi, maka aku lupa menceritakan tentang ikan itu dan tidak ada yang membuat aku lupa untuk mengingatnya kecuali setan, dan ikan itu mengambil jalannya ke laut dengan cara yang aneh sekali.” 64. Musa berkata, “Itulah tempat yang kita cari[5].” Lalu keduanya kembali, mengikuti jejak mereka semula. Ayat 65-74 Tindakan yang dilakukan Khidir dan sanggahan Nabi Musa alaihis salam terhadapnya. فَوَجَدَا عَبْدًا مِنْ عِبَادِنَا آتَيْنَاهُ رَحْمَةً مِنْ عِنْدِنَا وَعَلَّمْنَاهُ مِنْ لَدُنَّا عِلْمًا ٦٥ قَالَ لَهُ مُوسَى هَلْ أَتَّبِعُكَ عَلَى أَنْ تُعَلِّمَنِ مِمَّا عُلِّمْتَ رُشْدًا ٦٦ قَالَ إِنَّكَ لَنْ تَسْتَطِيعَ مَعِيَ صَبْرًا ٦٧ وَكَيْفَ تَصْبِرُ عَلَى مَا لَمْ تُحِطْ بِهِ خُبْرًا ٦٨ قَالَ سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللَّهُ صَابِرًا وَلا أَعْصِي لَكَ أَمْرًا ٦٩ قَالَ فَإِنِ اتَّبَعْتَنِي فَلا تَسْأَلْنِي عَنْ شَيْءٍ حَتَّى أُحْدِثَ لَكَ مِنْهُ ذِكْرًا ٧٠ فَانْطَلَقَا حَتَّى إِذَا رَكِبَا فِي السَّفِينَةِ خَرَقَهَا قَالَ أَخَرَقْتَهَا لِتُغْرِقَ أَهْلَهَا لَقَدْ جِئْتَ شَيْئًا إِمْرًا ٧١قَالَ أَلَمْ أَقُلْ إِنَّكَ لَنْ تَسْتَطِيعَ مَعِيَ صَبْرًا ٧٢ قَالَ لا تُؤَاخِذْنِي بِمَا نَسِيتُ وَلا تُرْهِقْنِي مِنْ أَمْرِي عُسْرًا ٧٣ فَانْطَلَقَا حَتَّى إِذَا لَقِيَا غُلامًا فَقَتَلَهُ قَالَ أَقَتَلْتَ نَفْسًا زَكِيَّةً بِغَيْرِ نَفْسٍ لَقَدْ جِئْتَ شَيْئًا نُكْرًا ٧٤ Terjemah Surat Al Kahfi Ayat 65-74 65. [6]Lalu mereka bertemu dengan seorang hamba di antara hamba-hamba Kami[7], yang telah Kami berikan rahmat[8] kepadanya dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan ilmu kepadanya dari sisi Kami. 66. Musa berkata kepadanya[9], “Bolehkah aku mengikutimu agar engkau mengajarkan kepadaku ilmu yang benar yang telah diajarkan kepadamu untuk menjadi petunjuk[10]?” 67. Dia menjawab, “Sungguh, engkau tidak akan sanggup sabar bersamaku[11]. 68. Dan bagaimana engkau dapat bersabar atas sesuatu, sedang engkau belum mempunyai pengetahuan yang cukup tentang hal itu[12]?” 69. Musa berkata, “Insya Allah akan engkau dapati aku orang yang sabar, dan aku tidak akan menentangmu dalam urusan apa pun[13]. 70. Dia berkata, “Jika engkau mengikutiku, maka janganlah engkau menanyakan kepadaku tentang sesuatu apa pun[14], sampai aku menerangkannya kepadamu[15].” 71. Maka berjalanlah keduanya[16], hingga ketika keduanya menaiki perahu lalu dia Khidir melubanginya[17]. Musa berkata, “Mengapa engkau melubangi perahu itu, apakah untuk menenggelamkan penumpangnya?” Sungguh, engkau telah berbuat sesuatu kesalahan yang besar.” 72. Dia Khidir berkata, “Bukankah sudah kukatakan, “Bahwa engkau tidak mampu sabar bersamaku.” 73. Musa berkata, “Janganlah engkau menghukum aku karena kelupaanku[18] dan janganlah engkau membebani aku dengan sesuatu kesulitan dalam urusanku[19].” 74. Maka berjalanlah keduanya; hingga ketika keduanya berjumpa dengan seorang anak, maka dia Khidir membunuhnya[20]. Dia Musa berkata, “Mengapa engkau bunuh jiwa yang bersih[21], bukan karena dia membunuh orang lain? Sungguh, engkau telah melakukan sesuatu yang sangat mungkar.” [1] Allah Subhaanahu wa Ta’aala menerangkan tentang Nabi-Nya, yaitu Musa alaihis salam, rasa cintanya kepada kebaikan dan mencari ilmu. [2] Menurut ahli tafsir, murid Nabi Musa alaihis salam itu adalah Yusya bin Nun, di mana ia menemani Nabi Musa alaihis salam, melayaninya dan mengambil ilmu darinya. [3] Di mana di tempat itu ada seorang hamba Allah yang dalam ilmunya. [4] Yusya’ lupa membawa ikannya ketika berangkat, dan Musa lupa mengingatkannya. Ikan itu dibawa sebagai perbekalan keduanya dan untuk dimakan saat lapar, namun sebelumnya telah diberitahukan kepada Musa, bahwa apabila ia kehilangan ikan itu, maka di sanalah hamba itu berada. Para mufassir menerangkan, “Sesungguhnya ikan yang menjadi perbekalan keduanya, ketika mereka sampai ke tempat itu, ikan itu tersiram air laut dan terbawa ke laut dengan izin Allah, lalu menjadi hidup bersama ikan-ikan yang lain.” [5] Karena itu pertanda adanya orang yang kita cari di sana. [6] Imam Bukhari meriwayatkan dengan sanadnya yang sampai kepada Ibnu Abbas, dari Ubay bin Ka’ab dari Nabi shallallahu alaihi wa sallam, bahwa Nabi Musa pernah berdiri khutbah di tengah-tengah Bani Israil, lalu ia ditanya, “Siapakah manusia yang paling dalam ilmunya?” Ia menjawab, “Saya orang yang paling dalam ilmunya.” Maka Allah Subhaanahu wa Ta’aala menyalahkannya karena tidak mengembalikan ilmu kepada-Nya. Allah Subhaanahu wa Ta’aala kemudian mewahyukan kepadanya yang isinya, “Bahwa salah seorang hamba di antara hamba-hamba-Ku yang tinggal di tempat bertemunya dua lautan lebih dalam ilmunya daripada kamu.” Musa berkata, “Wahai Tuhanku, bagaimana cara menemuinya?” Lalu dikatakan kepadanya, “Bawalah ikan dalam sebuah keranjang. Apabila engkau kehilangan ikan itu, maka orang itu berada di sana.” Musa pun berangkat bersama muridnya Yusya’ bin Nun dengan membawa ikan dalam keranjang, sehingga ketika mereka berdua berada di sebuah batu besar, keduanya merebahkan kepala dan tidur di atas batu itu, lalu ikan itu lepas dari keranjang dan mengambil jalannya ke laut dan cara perginya membuat Musa dan muridnya merasa aneh. Keduanya kemudian pergi pada sisa malam yang masih ada hingga tiba pagi hari. Ketika pagi harinya, Musa berkata kepada muridnya, “Bawalah kemari makanan kita, sungguh kita telah merasa letih karena perjalanan kita ini,” dan Musa tidak merasakan keletihan kecuali setelah melalui tempat yang diperintahkan untuk didatangi. Muridnya kemudian berkata kepadanya, “Tahukah engkau ketika kita mecari tempat berlindung di batu tadi, aku lupa menceritakan tentang ikan itu dan tidak ada yang membuat aku lupa untuk mengingatnya kecuali setan,” Musa berkata, “”Itulah tempat yang kita cari.” Lalu keduanya kembali, mengikuti jejak mereka semula. Ketika mereka sampai di batu besar itu, tiba-tiba ada seorang laki-laki yang menutup dirinya dengan kain atau tertutup dengan kain, lalu Musa memberi salam kepadanya. Lalu Khidir berkata, “Dari mana ada salam di negerimu?” Musa berkata, “Aku Musa.” Khidir berkata, “Apakah Musa Nabi Bani Israil?” Ia menjawab, “Ya.” Musa berkata, “Bolehkah aku mengikutimu agar engkau mengajarkan kepadaku ilmu yang benar yang telah diajarkan kepadamu untuk menjadi petunjuk?” Khidir berkata, “Sesungguhnya engkau tidak akan sanggup bersabar bersamaku, wahai Musa?” Sesungguhnya aku berada di atas ilmu dari ilmu Allah yang Dia ajarkan kepadaku yang engkau tidak mengetahuinya, demikian pula engkau berada di atas ilmu yang Dia ajarkan kepadamu dan aku tidak mengetahuinya.” Musa berkata, “Engkau akan mendapatiku insya Allah sebagai orang yang sabar dan aku tidak akan mendurhakai perintahmu.” Keduanya pun pergi berjalan di pinggir laut, sedang mereka berdua tidak memiliki perahu, lalu ada sebuah perahu yang melintasi mereka berdua, lalu keduanya berbicara dengan penumpangnya agar mengangkutkan mereka berdua, dan ternyata diketahui oleh para penumpangnya bahwa yang meminta itu Khidir, maka mereka pun mengangkut keduanya tanpa upah. Tiba-tiba ada seekor burung lalu turun ke tepi perahu kemudian mematuk sekali atau dua kali patukan ke laut. Khidir berkata, “Wahai Musa, ilmuku dan ilmumu yang berasal dari Allah kecuali seperti patukan burung ini ke laut yakni tidak ada apa-apanya di hadapan ilmu Allah, lalu Khidir mendatangi papan di antara papan-papan perahu kemudian dicabutnya.” Melihat keadaan itu Musa berkata, “Orang yang telah membawa kita tanpa meminta imbalan, namun malah engkau lubangi perahunya agar penumpangnya tenggelam.” Khidir berkata, “Bukankah aku telah mengatakan kepadamu, bahwa engkau tidak akan sanggup bersabar bersamaku.” Musa berkata, “Janganlah engkau hukum aku karena lupaku dan janganlah engkau bebankan aku perkara yang sulit.” Untuk yang pertama Musa lupa, maka keduanya pun pergi, tiba-tiba ada seorang anak yang sedang bermain dengan anak-anak yang lain, kemudian Khidir memegang kepalanya dari atas, lalu menarik kepalanya dengan tangannya. Musa berkata, “Apakah engkau hendak membunuh seorang jiwa yang bersih bukan karena ia membunuh orang lain.” Khidir berkata, “Sesungguhnya engkau tidak akan sanggup bersabar bersamaku.” –Ibnu Uyainah rawi hadits ini berkata, “Ini lebih berat.” Keduanya pun berjalan, sehingga ketika mereka sampai ke penduduk suatu kampung, keduanya meminta agar penduduknya menjamu mereka namun tidak diberi. Keduanya pun mendapatkan sebuah dinding yang hampir roboh, maka Khidir menegakkannya, Khidir melakukannya dengan tangannya. Musa pun berkata, “Sekiranya engkau mau, niscaya engkau dapat meminta imbalan untuk itu.” Khidir berkata, “Inilah perpisahan antara aku dengan kamu.” Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Semoga Allah merahmati Musa, kita senang sekali jika ia bersabar sehingga ia menceritakan kepada kita tentang perkara keduanya.” Al Qurthubi berkata, “Dalam kisah Musa dan Khidir terdapat beberapa faedah, di antaranya bahwa Allah Subhaanahu wa Ta’aala berbuat dalam kerajaan-Nya apa yang Dia kehendaki dan menetapkan untuk makhluk-Nya dengan apa yang Dia kehendaki yang bermanfaat atau bermadharrat, sehingga tidak ada ruang bagi akal dalam hal perbuatan-perbuatan-Nya dan menyalahkan hukum-hukumnya, bahkan wajib bagi manusia untuk bersikap ridha dan menerima, karena pencapaian akal untuk memperoleh rahasia rububiyyah Allah sangat terbatas, oleh karennya tidak bisa ditujukan kepada hukum-Nya, “Mengapa begini?” dan “Bagaimana bisa begitu?”, sebagaimana tidak bisa ditujukan terhadap keberadaan dirinya, “Di mana dan dari mana?”, dan bahwa akal tidak sanggup memandang indah dan buruk, dan bahwa semua itu kembalinya kepada syara’, sehingga apa yang dikatakan indah dengan adanya pujian terhadapnya, maka hal itu adalah indah, dan apa yang dikatakan jelek, maka hal itu adalah jelek. Demikian pula termasuk faedahnya bahwa Allah Ta’ala dalam ketetapan-Nya memiliki hikmah-hikmah dan rahasia pada maslahat yang tersembunyi yang memang dipandang. Semua itu dengan kehendak dan iradah-Nya tanpa ada kewajiban atas-Nya dan tanpa ada hukum akal yang tertuju kepadanya. Oleh karena itu, hendaknya seseorang berhati-hati dari sikap i’tiradh mempersoalkan atau membantah karena ujung-ujungnya adalah kegagalan.” Beliau juga berkata, “Kami pun di sini ingin mengingatkan dua buah kekeliruan. Kesalahan Yang pertama, persangkaan sebagian orang-orang jahil, bahwa Khidir lebih utama daripada Musa karena berpegang dengan kisah ini dan kandungannya. Hal ini tidak lain muncul dari orang yang pandangannya sempit terhadap kisah ini dan tidak melihat kelebihan yang Allah berikan kepada Musa alaihis salam berupa kerasulan, mendengar langsung firman Allah, diberikan-Nya kitab Taurat yang di dalamnya tedapat pengetahuan tentang segala hal, dan sesungguhnya para nabi Bani Israil masuk di bawah syari’atnya dan pembicaraan tertuju kepada mereka dengan hukum kenabiannya bahkan Isa pun juga. Dalil-dalilnya dalam Al Qur’an banyak. Cukuplah di antaranya firman Allah Ta’ala, “Wahai Musa! Sesungguhnya aku memilih melebihkan kamu dari manusia yang lain pada masamu untuk membawa risalah-Ku dan untuk berbicara langsung dengan-Ku.” terj. Al A’raaf 144. Al Qurthubi juga berkata, “Khidir meskipun nabi namun bukan rasul berdasarkan kesepakatan. Keadaan Khidir itu seperti salah seorang nabi di antara nabi-nabi Bani Israil, sedangkan Musa yang paling utama di antara mereka. Jika kita katakan, bahwa Khidir bukan nabi, tetapi wali, maka nabi lebih utama daripada wali. Hal itu merupakan perkara yang jelas berdasarkan akal dan naql wahyu. Orang yang berpendapat sebaliknya yakni nabi lebih utama daripada wali adalah kafir karena hal tersebut sudah maklum sekali dari syara’. Beliau juga berkata, “Kisah Khidir bersama Musa adalah ujian bagi Musa agar diambil pelajaran. Kesalahan yang kedua, sebagian orang Zindiq menempuh jalan yang sebenarnya merobohkan hukum-hukum syari’at. Mereka berkata, “Sesungguhnya dari kisah Musa dan Kadhir dapat diambil kesimpulan, bahwa hukum-hukum syari’at yang umum hanya khusus bagi orang-orang awam dan orang-orang bodoh, adapun para wali dan orang-orang khusus, maka mereka tidak butuh kepada nash-nash tersebut, bahkan yang diinginkan dari mereka adalah apa yang terjadi dalam hati mereka, dan mereka dihukumi berdasarkan apa yang kuat dalam lintasan hati mereka karena bersihnya hati mereka dari kekotoran dan kosongnya dari penggantian. Nampak kepada mereka ilmu-ilmu ilahi dan hakikat rabbani. Mereka pun mengetahui rahasia-rahasia alam dan mengetahui hukum-hukum juz’iyyah satuan sehingga tidak butuh teradap hukum-hukum syari’at secara keseluruhan sebagaimana sesuai dengan Khidir, di mana Beliau tidak butuh kepada ilmu-ilmu yang nampak baginya yang ada pada Musa, dan diperkuat oleh hadits masyhur, “Bertanyalah kepada hatimu meskipun orang-orang memberi fatwa kepadamu.” Terhadap perakatan ini, Al Qurthubi berkata, “Perkataan ini merupakan perbuatan zindiq dan kekafiran, karena mengingkari syari’at yang maklum, di mana Allah Subhaanahu wa Ta’aala telah memberlakukan ketetapan-Nya dan kalimat-Nya bahwa hukum-hukum-Nya tidak diketahui kecuali melalui para rasul yang menjadi perantara antara Dia dengan makhluk-Nya, di mana rasul-rasul tersebut menerangkan syari’at dan hukum-hukum-Nya…dst.” Hadits di atas juga memberikan faedah kepada kita agar tidak tergesa-gesa mengingkari dalam masalah yang masih mengandung kemungkinan lihat penjelasan hadits di atas lebih lengkapnya di Fath-hul Bari karya Al Hafizh Ibnu Hajar Al Asqalani. [7] Yaitu Khidir. [8] Yakni rahmat kenabian menurut suatu pendapat ulama, sedangkan menurut pendapat mayoritas ulama bahwa rahmat di sini adalah rahmat kewalian, yakni ia salah seorang wali di antara wali-wali-Nya. [9] Musa berkata kepadanya secara sopan, bermusyawarah dan memberitahukan keinginannya. [10] Nabi Musa alaihis salam meminta kepada Khidir agar diajarkan ilmu yang diajarkan Allah kepadanya karena menambah ilmu itu disyari’atkan. [11] Yakni karena engkau akan akan melihat perkara-perkara yang engkau tidak mampu bersabar terhadapnya, di mana perkara tersebut zahirkelihatannya mungkar, namun sesungguhnya tidak. [12] Yakni engkau belum mengetahui maksud dan akhirnya. [13] Disebutkan kata “Insya Allah” karena Nabi Musa alaihis salam belum yakin terhadap kemampuan dirinya, dan seperti inilah kebiasaan para nabi dan para wali, di mana mereka tidak merasa yakin terhadap diri mereka sedetik pun. [14] Yang aku lakukan dan bersabarlah; jangan dulu mengingkari. [15] Yakni alasannya. Maka Nabi Musa menerima syaratnya karena memperhatikan adab murid terhadap guru. [16] Di tepi pantai. [17] Dengan mencabut salah satu papannya, lalu menambalnya. [18] Untuk tunduk menerima dengan tidak mengingkari. [19] Yakni pergaulilah aku dengan sikap maaf dan memudahkan. [20] Dengan menarik kepalanya dari atas. [21] Karena anak itu belum baligh. Tags Tafsir Lengkap Al Quran Online Indonesia, Surat Al Kahfi, Nabi Khidir, Terjemahan Dan Arti Ayat Al Quran Digital, Penjelasan dan Keterangan, Kandungan, Asbabun Nuzul, Download Tafsir Al Quran, Footnote atau catatan kaki.
SuratAl-Kahf Ayat 69. Tafsir Quraish Shihab Diskusi (Musa berkata, "Insya Allah kamu akan mendapati aku sebagai seorang yang sabar, dan aku tidak akan menentang) yakni tidak akan mendurhakai (kamu dalam sesuatu urusan pun)" yang kamu perintahkan kepadaku. Nabi Musa mengungkapkan jawabannya dengan menggantungkan kemampuannya kepada kehendak
Home Hikmah Kamis, 08 Juni 2023 - 2305 WIBloading... Ayat pertama Surat Al-Kahfi ini diawali dengan kalimat Alhamdulilah, pujian kepada Allah Taala yang telah menurunkan Al-Quran. Foto/ist A A A Surat Al-Kahfi ayat 1 termasuk ayat-ayat yang agung karena berisi pujian kepada Allah yang telah menurunkan Kitab suci Al-Qur'an. Surat Al-Kahfi memiliki banyak keistimewaan karena mengandung banyak hikmah dan kisah pemuda beriman yang menghuni gua. Keutamaan Surat Al-Kahfi disebutkan dalam Hadis berikut, Rasulullah SAW bersabda "Barangsiapa yang membaca Surat Al-Kahfi pada hari malam Jumat, dia akan disinari cahaya di antara dua Jumat." HR An Nasa'i dan Al-BaihaqiRiwayat lain "Barangsiapa membaca sepuluh ayat pertama dari surat Al-Kahfi, maka ia akan terlindungi dari fitnah Dajjal." HR Ibnu HibbanKandungan Surat Al-KahfiDi antara kandungan Surat Al-Kahfi yaitu kisah tujuh pemuda penghuni gua Ashabul Kahfi dan seekor anjing yang tinggal selama 309 tahun menurut kalender Hijriyah atau 300 tahun menurut kalender Masehi. Kemudian, Kisah pemilik kebun Ayat 32-44. Kisah pertemuan Nabi Musa dan Nabi Khidir 'alaihis salaam Ayat 60-82 atau dikenal dengan ujian ilmu. Dan Kisah Raja Dzulqarnain dan Ya'juj Wa Ma'juj ayat 83-98. Baca Juga Tafsir Al-Kahfi Ayat 1اَ لۡحَمۡدُ لِلّٰهِ الَّذِىۡۤ اَنۡزَلَ عَلٰى عَبۡدِهِ الۡكِتٰبَ وَلَمۡ يَجۡعَلْ لَّهٗ عِوَجًا ؕAlhamdulillaahil ladziii anzala 'alaa 'abdihil kitaaba wa lam yaj'al lahuu ' "Segala puji bagi Allah yang telah menurunkan Kitab Al-Qur'an kepada hamba-Nya dan Dia tidak menjadikannya bengkok." QS Al-Kahfi Ayat 1PenjelasanAyat pertama Surat Al-Kahfi ini diawali dengan kalimat اَ لۡحَمۡدُ لِلّٰهِ Alhamdulilah, pujian kepada Allah Ta'ala. Allah memulai surat ini dengan memuji diri-Nya yang menyandang pujian sekaligus mengingatkan manusia agar memuji dan menaati tafsir ringkas Kemenag, segala puji hanya tertuju bagi Allah yang telah menurunkan kepada hamba-Nya yaitu Nabi Muhammad SAW kitab suci Al-Qur'an. Dan Dia tidak membuat padanya kebengkokan, baik redaksi maupun maknanya. Ayat demi ayatnya saling menjelaskan tidak ada pertentangan satu dengan ayat ini Allah memuji diri-Nya, sebab Dialah yang menurunkan kitab suci Al-Qur'an kepada Rasulullah SAW sebagai pedoman hidup yang jelas. Melalui Al-Qur'an, Allah memberi petunjuk kepada kebenaran dan jalan yang lurus. Artinya, ayat Al-Qur'an saling membenarkan dan mengukuhkan ayat-ayat lainnya, sehingga tidak menimbulkan keraguan. Nabi Muhammad SAW yang menerima amanat-Nya menyampaikan Al-Qur'an kepada umat manusia. Dalam ayat disebut dengan kata 'hamba-Nya untuk menunjukkan kehormatan yang besar kepadanya, sebesar amanat yang dibebankan ke pundaknya. Demikian tafsir singkat Surat Al-Kahfi Ayat 1 yang dapat kita jadikan pelajaran. Baca Juga rhs tafsir surat al kahfi surat al kahfi keutamaan surat al kahfi Artikel Terkini More 5 menit yang lalu 2 jam yang lalu 4 jam yang lalu 5 jam yang lalu 5 jam yang lalu 6 jam yang lalu
Didalam Al-Qur'an tidak disebutkan lokasi persisnya gua tempat bersembunyi Ashaba Al-Kahfi . Sejumlah pakar mencoba mengungkap tempat dan waktu peristiwa tersebut melalui isyarat-isyarat Al-Qur'an. Hal itu disebut Prof Dr Muhammad Quraish Shihab dalam Tafsir Al Misbah yang mengutip pendapat dari pengarang tafsir al-Muntakhab menyatakan bahwa
Dimulai dari menit dan detik —-0202 Mari kita mulai, Ayat 100 sampai 110 ini, penutup surah Al Kahfi. Disurah ini telah diceriterakan, antara lain, kisah Nabi Musa dan Khidir, ada nilai-nilai disitu. Di surat ini juga ada kisah Zulkarnain, ada nilai-nilai disana seperti misalnya bagaimana seseorang dalam mengikuti tuntunan tuhan dalam meraih sukses, ada faktor faktor, harus dipelajari faktor faktor itu dan harus diikuti. Ada disini uraian tentang bagaimana seorang pemimpin, berlaku adil dan tegas. Disini ada uraian bagaimana seseorang sudah memiliki kecukupan, tidak lagi mengambil upah atau imbalan dari orang-orang miskin. Ada orang yang ngambil imbalan, yang berlaku aniaya, lebih-lebih kalau orang yang dihadapinya itu orang yang bodoh. Disini ada nilai nilai bahwa, seorang yang pandai, berkuasa, mampu, tidak usah ambil upah dari orang lemah, bangunkan dia bangunan yang lebih baik dari apa yang diharapkan, tentu saja tidak semua orang bisa melaksanakan ini, atau mau melakukan ini. Nah , yang melakukan kegiatan-kegiatan yang bertentangan dengan nilai-nilai yang disebut dalam surah ini, itu terancam neraka. Maka uraian disini , antara lain , berbicara tentang neraka. Ayat kita menyatakan, أَعُوْذُ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِِْ وَعَرَضْنَا جَهَنَّمَ يَوْمَئِذٍ لِّلْكَافِرِينَ عَرْضًا “Kami tampakkan, ketika orang bangkit dari kuburnya, Allah menampakkan ketika itu untuk orang-orang kafir neraka jahannam” Jahannam , apa artinya jahannam? Jahannam itu terambil dari akar kata, dari segi bahasa, yang berarti bermuka kusut, cemberut. Neraka itu digambarkan, kalau ketemu orang kafir, terus cemberut, tidak mengucapkan selamat datang. Itu dipaparkan kepada orang kafir dengan pemaparan yang sangat jelas. Orang-orang kafir yang dimaksud disini ; kita lihat , kemarin kita bicara tentang orang-orang kafir, yaitu orang yang matanya, dimatanya ada penutup , sehingga tidak mengingatkan. Siapapun yang lengah, tidak menyadari tentang wujud Tuhan , itu dinamai kafir. Dan orang-orang kafir itu , yang dipaparkan kepada mereka neraka adalah orang-orang yang tidak menggunakan pendengarannya, diberi nasehat ngga mau, ngga mau dengar, diberi petunjuk, “ini lho peristiwa begini, ini ada pengalaman”, dia abaikan itu semuanya. Baru dikatakan , “Apakah orang – orang kafir yang demikian itu halnya, mengambil menjadikan hamba-hamba – Ku sebagai Tuhan- Tuhan ?” Saya beri contoh, dalam keyakinan kita ummat islam, Tuhan itu maha esa, tidak ada Tuhan selain dia, kalau saya menyembah Nabi Muhammad boleh ngga? Ada orang – orang yang menyembah hamba-hamba Allah menduga itu bisa membantu mereka. Ada orang menyembah Nabi Isa, iya kan ? itu Nabi Isa hamba Allah yang taat. Tetapi , kalaupun anda menyembah hamba Allah yang taat, sehingga anda mengikutinya dalam ketaatan , tetapi dia yang anda sembah, itu tidak diterima Allah swt. أَفَحَسِبَ الَّذِينَ كَفَرُوا أَن يَتَّخِذُوا عِبَادِي مِن دُونِي أَوْلِيَاءَ ۚ إِنَّا أَعْتَدْنَا جَهَنَّمَ لِلْكَافِرِينَ نُزُلًا “………………………………………………………………….., Sesungguhnya kami telah menyiapkan jahannam” , tadi, neraka jahannam, “untuk orang-orang kafir, sebagai hidangan selamat datang” Nuzula itu hidangan selamat datangnya , kalau hidangan selamat datangnya sudah jahannam, apa hidangan main core-nya ? itu …iya kan ? saya kira kita lanjutkan nanti……… break Baik, baru disini, ayat berikut ini menyatakan demikian, “Maukah kamu mendegar kalau Aku menyampaikan kepadamu, sesuatu yang penting dalam kehidupan kamu “ “Maukah kamu mendengar apabila Ku-sampaikan tentang orang-orang yang sangat merugi, tetapi dia kira dia beruntung….” هَلْ نُنَبِّئُكُم بِالْأَخْسَرِينَ أَعْمَالً “Maukah kamu mendengar apabila Ku-sampaikan kepadamu orang-orang yang sangat merugi amal-amalnya, karya-karyanya, mereka itu adalah yang usahanya buruk, tetapi dia menduga bahwa itu baik” itu paling rugi, Kalau anda melakukan suatu kegiatan , yang anda tahu itu buruk, anda tidak semerugi orang yang melakukan kegiatan yang buruk, tapi disangkanya baik. Jadi, dia mempunyai harapan, tapi ternyata harapannya tidak terpenuhi, itu orang yang paling rugi. Itu begini, salah satu rincian dari ini, ada satu orang misalnya korupsi, dia merasa …“wah dapat untung banyak…dapat duit…dapat ini” ….dia meninggal dunia, uang korupsinya diwarisi oleh anaknya, anaknya. Atau diwarisi oleh orang lain. Orang lain ini bersedekah, melakukan kegiatan baik. Siapa yang paling menyesal? yang korupsi. Dia bilang, “saya yang memperoleh uangnya, saya yang terkena siksa, dia itu dia tidak usaha, dia dapat uang, tapi uang itu dia gunakan untuk kebaikan, dia yang dapat untung,” ini orang yang paling menyesal di hari kemudian. Begitu juga, dia sudah kira dia sudah melakukan kebaikan, sudah ini sudah itu. Padahal justru itu merupakan amal keburukan yang pahit فَلَا نُقِيمُ لَهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَزْنًا “Nanti dihari kemudian , orang yang melakukan kegiatan buruk dan dikiranya baik, dihari kemudian Kami tidak timbang amalnya” Apa maksudnya ? Dihari kemudian nanti, ada timbangan amal. Semua kita, diletakkan. Ini amalnya sekian, amal buruknya sekian. Atau ini sholatnya , ini ada timbangannya. Sholatnya , seimbang ngga dengan timbangan? Bisa jadi lebih ya, kalau dia banyak sholat sunnah, bisa jadi kurang. Ada orang-orang yang tidak dilakukan lagi timbangan kepadanya. Saya beri contohnya, Anda mau beli jeruk …sampai dipasar …dalam satu keranjang..penjual katakan….“ini jeruk belilah”.. saya berkata...”saya ngga mau” … “kita timbanggg….” “ngga perlu ditimbang…” Perlu ngga anda timbang untuk mengambil jeruk yang buruk ? ……tidak perlu ditimbang ya… Ada orang-orang, punya amal , Tuhan sudah tidak timbang lagi …tidak perlu ditimbang……….sudah jelas buruknya …sudah terlihat itu … Ada orang-orang, nanti dihari kemudian yang tidak mengalami… “Itulah balasan bagi orang-orang kafir, dan yang menjadikan , tanda tanda kebesaran tuhan , dan rasul rasulnya sebagai olok olok” ayat 106 Ini orang-orang musyrik di Mekkah, sampai sekarang ada yang begitu, macam-macam tuh orang-orang yang mengolok-olok orang-orang baik dan lain-lain sebagianya… —————– Itu ceritanya orang kafir,,,,kita lihat yang mukmin… إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ كَانَتْ لَهُمْ جَنَّاتُ الْفِرْدَوْسِ نُزُلًا “Adapun orang-orang yang beriman dan beramal sholeh, maka mereka mendapat hidangan pembukaan berupa surga firdaus” Beberapa episode yang lalu kita katakan, kebiasaan Alquran menghidangkan dua hal yang bertolak belakang. kafir…mukmin.. sorga…neraka.. harta…jiwa..dan lain lain sebagainya…dihidangkan… Disini dihidangkan mereka akan mendapatkan sorga yang baik. Saya ingin garisbawahi... Apa yang dinamai amal ? Kan, kecuali yang beramal sholeh Amal itu adalah, menggunakan daya yang anda miliki, daya manusia itu, bisa daya fikir, bisa daya fisik, bisa daya qalbu, bisa daya hidup. Ketika anda mendesain, menggunakan fikiran atau tidak ?…..anda beramal. Ketika anda mengangkat sesuatu, anda menggunakan daya atau tidak? daya apa ? daya fisik….anda beramal…iya kan?. Ketika anda menghayalkan sesuatu, beramal atau tidak ? beramal, menggunakan daya qalbu. Ketika anda menjaga perasaan orang lain supaya tidak tersinggung, itu amal. Orang yang merampok, beramal atau tidak ? haa…tidak usah ragu…dia beramal. Karena itu alquran menyatakan beramal sholeh. Ada sholehnya. Ada ngga designer , yang mendesain baju buat perempuan yang terbuka, terbuka auratnya ? busana muslimah pun bisa jadi, busananya muslim tapi melanggar agama. Dia beramal , tapi bukan amal sholeh. Jadi amal sholeh itu dengan menggunakan daya, baik daya fikir, daya fisik, daya qalbu, daya hidup, tetapi penggunaannya itu yang bermanfaat, dan sesuai dengan nilai nilai agama. Jadi tidak harus saya beramal itu lantas saya harus mengaji terusss. Yang penting, yang wajib saya laksanakan, sisanya anda berfikir untuk jadi designer. Ooo..itu amal sholeh…iya kan?. Saya sudah sholat lima waktu, ini ini ini … saya melakukan kegiatan mengasuh anak saya, mengasuh anak itu amal sholeh…. إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ كَانَتْ لَهُمْ جَنَّاتُ الْفِرْدَوْسِ نُزُلًا خَالِدِينَ فِيهَا لَا يَبْغُونَ عَنْهَا حِوَلًا “……………………………………………………………mereka kekal didalamnya, dan mereka tidak mau beranjak dari tempat mereka “ break Tadi kita katakan bahwa hidangan pembuka, hidangan selamat datang untuk yang beriman adalah surga firdaus. Ada yang mengartikan surga firdaus itu pertengahan, jadi bukan puncaknya, bukan juga yang terendah. Ada yang mengartikan surga firdaus itu, sorga yang didalamnya ada kebun kebun korma . Yang penting, yang ingin saya katakan, yang penting adalah firmannya pada ayat 108, mereka tidak ingin beranjak pindah dari tempatnya. Jadi, walaupun mereka dipertengahan sorga , dia tidak mau lagi…tidak usah saya naik ketempat yang lebih tinggi. Saya sering beri contoh…ibu saya….waktu masih hidup, Kita belikan dia mobil …sederhana….setelah kami punya uang….alhamdulillah…mau diganti.. “Pindah rumah bu ….pakai mobil baru bu…yang ini…” “ah ndak usah….saya sudah senang disini”...puas ya??…walaupun ada yang lebih bagus. Orang yang masuk sorga begitu, betapapun rendah tingkat anda di sorga, anda berkata “saya sudah puas…saya tidak mau lagi ketempat yang lebih tinggi…” oke… “Sampaikanlah wahai Nabi Muhammad bahwa seandainya laut ini menjadi tinta untuk menulis ketetapan-ketetapan Allah wahyu-wahyu Tuhanku, maka akan habis air laut itu, sebelum habis ketetapan-ketetapan Allah….sebelum habis kandungan wahyu-wahyu Allah, walaupun ditambah lagi dengan laut sesudah laut yang habis” Jadi , ilmu Tuhan itu tak bertepi, tidak ada habisnya , itu sebabnya Nabi Muhammad juga disuruh , “berdoalah agar ditambah ilmu”. Setiap orang yang berilmu , pasti ada orang yang lebih pandai dari dia. Jangan pernah……ingat ceritanya Nabi Musa ….kan dikatakan…ndaa….tidak bertepi ilmu tuhan… “Sampaikan juga Nabi Muhammad, bahwa Aku ini adalah manusia yang seperti kamu, yang mendapat wahyu tidak seperti kamu,……………. “ Jadi, manusia seperti kamu, saya punya mata di depan , tidak punya dua mata dibelakang, saya bisa marah, saya lapar, saya kawin, seperti kamu …tetapi kita berbeda….kamu tidak dapat wahyu…tapi saya dapat wahyu .. “………………….Inti dari wahyu yang disampaikan kepadaku itu, adalah bahwa tidak ada tuhan selain daripada tuhan yang maha esa. Siapa yang hendak menginginkan pertemuan dengan Tuhannya pertemuan yang mesra , maka hendaklah dia beramal dengan amal yang sholeh.” haaa…amal lagi….amal…yang sholeh…. “…………dan jangan mempersekutukan sesuatupun dengan tuhan” saya kira itu ayat itu. sampai dengan durasi video pada menit dan detik —-> 1952
Didalam Tafsir Surah Al-kahfi ayat 78-81 ini diulas alasan mengapa Nabi Musa tidak dapat bersabar ketika mengikuti Nabi Khidir. Tafsir Surah Al-Kahfi ayat 78-80 khususnya Ayat ini menjelaskan jawaban Khidir kepada Musa, "Pertanyaanmu yang ketiga kalinya ini adalah penyebab perpisahan antara aku dan kamu.".
PerbandinganTafsir Al-Azhar dengan Al-Misbah Tentang Kisah dalam surat al-kahfi ayat 60-82 ANALISA PERBANDINGAN Alur cerita dari kisah perjalanan Nabi Mûsâ dengan 'Abdun Shaleh, yang terdapat dalam al-Qur'an surat al-kahfi ayat 60 sampai ayat 82 adalah sebagai berikut : TafsirSurat Al-Kahfi Ayat 103-104: Ini Orang yang Paling Merugi di Akhirat Kelak. Menurut Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Misbah, ayat yang lalu mengecam orang-orang kafir yang mempertuhan atau meminta bantuan kepada selain Allah SWT dengan menyangka bahwa hal tersebut akan menyelamatkan mereka. Pada ayat ini, kecaman atas sangka keliru itu SuratAl-Kahf Ayat 29. yaitu firman-Nya, "Dan surga itu adalah tempat istirahat yang paling indah" (Q. S, 18 Al-Kahfi, 31). Jika tidak diartikan demikian, maka tidaklah pantas neraka dikatakan sebagai tempat istirahat. adalah sebuah search engine khusus tafsir Al-Quran yang memudahkan umat islam mencari dan memahami tafsir ayat-ayat Al Kamitelah menjelaskan mengenai latarbelakang surat al-Kahfi diturunkan, di antaranya adalah kelompok musyrik Mekah yang bertanya pada Nabi Muhammad mengenai tiga hal. Tiga pertanyaan yang dimaksud itu mengenai ashabul kahfi, zulkarnaen, dan ruh. Ketiga pertanyaan itu untuk menguji apakah Nabi Muhammad mengetahuinya atau tidak.
TafsirSurah Al-Kahfi ayat 9 mengisahkan tentang Ashabul Kahfi , cerita tentang beberapa pemuda yang hidup pada masa Raja Decyanus. Dalam Tafsir Surah Al-Kahfi ayat 9 ini dikisahkan bahwa beberapa pemuda itu pergi ke sebuah gua untuk melindungi keimanannya dari Raja Decyanus. أَمْ حَسِبْتَ أَنَّ أَصْحَابَ
Barangsiapayang membaca Surat al-Kahfi pada malam Jumat, ia akan diterangi sinar antara dirinya hingga Baytul 'Atiiq (Ka'bah) (H.R adDaarimiy, al-Baihaqy, dishahihkan al-Albaniy). Al-Imam asy-Syafi'i rahimahullah menyatakan dalam kitab al-Umm (1/208): وَأُحِبُّ قِرَاءَةَ الْكَهْفِ لَيْلَةَ
Dalamsurat Al-Kahfi Allah SWT menjelaskan mengenai kisah Ashabul Kahfi yang berada dalam goa kurang lebih selama 300 tahun. Kaum mereka itu adalah orang-orang musyrik yang menyembah berhala. Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Misbah menjelaskan beberapa hal yang dapat kita jadikan teladan dari kisah yang terkadung dalam surah Al-Kahfi ini
TafsirAl-Misbah dan Al-Maraghi Tentang Nilai-nilai Pendidikan yang Tekandung dalam Surat Al-Kahfi ayat 66-70 (Tafsir al-muqarin Tafsir Tafsir Al-Misbah & Al-Maraghi) Muhammad Zainal Abidin Sekolah Tinggi Agama Islam Terpadu Yogyakarta Email: Zabidi27@ Al-Qur'an as a guide to Muslim thought provides many
AlMisbah merupakan tafsir Al Quran lengkap 30 juz pertama dalam 30 tahun pertama yang ditulis oleh ahli tafsir terkemuka Indonesia. Keindonesiaan penulis memberi warna menarik dan khas serta sangat relevan untuk memperkaya khazanah pemahaman dan penghayatan kita terhadap rahasia makna ayat-ayat Allah. Muhammad Quraish Shihab, Lelaki yang بِسْمِاللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ. Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Ayat 1-12: Pernyataan dari Allah Subhaanahu wa Ta'aala bahwa Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam itu benar-benar seorang rasul, tugas Beliau shallallahu 'alaihi wa sallam, peringatan hanya bermanfaat bagi